lh3.googleusercontent.com |
Indonesia yang
terletak di cincin api dan pertemuan antarlempeng dunia menyebabkan posisinya
memiliki potensi yang besar untuk terjadinya bencana alam. Hal itu menyebabkan
sering adanya gerakan sesar atau patahan yang menyebabkan gempa bumi hingga
tsunami dan seringnya erupsi gunung berapi di Indonesia.
Faktanya kita
ketahui bersama, beberapa bulan lalu Gunung Agung sebagai gunung berapi aktif
di Pulau Bali yang menunjukkan aktivitasnya kembali, meskipun kini sudah
menunjukkan penurunan status. Tidak
hanya bencana yang disebabkan oleh faktor alam, Indonesia juga sudah langganan
untuk tertimpa bencana tahunan seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan,
dan sebagainya yang disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Tentunya bencana
tersebut memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat, baik secara moril dan
materil.
Menurut data
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) di tahun 2016 saja bencana yang
terjadi di Indonesia mencapai 2.000 kasus. Bencana tersebut menyebar dan
terjadi di seluruh kawasan di Indonesia. Dari berita dan laporan online juga
diberitakan bahwa kebanyakan korban bencana tersebut adalah anak-anak dan
sebagian manula. Sangat merugikan dan akan menimbulkan kesedihan yang mendalam
ketika generasi penerus kita malah menjadi korban dalam suatu bencana.
Tak ayal hal
itu terjadi, secara fisik anak-anak masih lemah untuk menyelematkan dirinya saat
terjadi suatu bencana. Begitupun ditambah dengan pengetahuan akan mitigasi saat
terjadi bencana yang kurang diketahui oleh kebanyakan anak sehingga menimbulkan
kepanikan pada anak. Jika anak tidak memiliki pengetahuan terkait mitigasi
bencana, nantinya anak-anak akan merasakan trauma yang mendalam dan menggangu
psikologis anak. Pengetahuan terakit mitigasi bencana ini juga merupakan salah
satu hak anak-anak untuk mengetahui informasi terkait upaya mitigasi yang
bermafaat bagi anak jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam.
washingtonpost.com |
Peran Keluarga dan Sekolah dalam Penanaman Pengetahuan Mitigasi Bencana
Banyaknya
korban anak-anak pada bencana alam menunjukkan betapa pentingnya keluarga
sebagai agen sosial primer untuk memberikan pengetahuan mitigasi bencana.
Pengetahuan mitigasi bencana dapat dengan mudah jika dipraktikkan di dalam
lingkup keluarga dengan sosok orang terdekat sebagai contoh dalam proses
mitigasi tersebut.
Jika memang
orangtua/ keluarga masih belum banyak mengetahui tentang mitigasi bencana, kini
banyak pada portal online dan buku-buku terkait mitigasi bencana yang baik dan
benar. Terlebih dengan akses pengetahuan yang mudah, tentu dapat membantu
orangtua untuk mengajarkan mitigasi bencana pada anak-anaknya.
Begitupun
peran sekolah sebagai "rumah kedua" bagi anak-anak untuk memberikan
pengetahuan terkait mitigasi bencana. Pihak sekolah dapat menjadwalkan dan
bekerjasama dengan pihak tanggap bencana seperti BNPB, BPBD, TAGANA, atau
kelompok kerelawanan untuk memberikan sosialiasi mitigasi bencana di
sekolah-sekolah.
Selain itu
juga diperlukan adanya simulasi mitigasi bencana agar anak dapat mengetahui
dengan jelas apa yang harus dilakukan saat terjadinya suatu bencana. Pendidikan
terkait mitigasi bencana ini juga sebaiknya dimasukkan ke dalam kurikulum
sekolah, khususnya sekolah-sekolah yang berada dalam kawasan rentan terjadi
bencana alam. Selain itu juga ditambah dengan kapasitas tenaga pendidik
termasuk guru, kepala sekolah, dan pegawai sekolah terkait pengetahuan tentang
mitigasi bencana.
Tidak hanya
pengetahuan terkait mitigasi saat terjadi bencana saja,juga diperlukan
penanaman terkait tindakan preventif untuk mencegah terjadinya bencana serta
tindakan pascabencana yang juga penting. Hal itu diperlukan untuk mengatasi
terjadinya trauma yang biasanya dialami oleh anak-anak saat pascabencana.
Seperti dengan melakukan penanaman pohon, seruan agar tidak membuang sampah
sembarangan, hingga membuat alat pendeteksi tsunami atau gempa.
Dapatlah
diberikan juga terkait upaya untuk mengendalikan emosi dan psikologis saat
pascabencana. Jika sudah tertanam kemampuan dan pengetahuan terkait mitigasi
bencana, anak-anak akan mengetahui apa yang harus ia lakukan untuk
menyelamatkan diri jika terjadi bencana alam. Tidak hanya itu, anak-anak juga
dapat saling mengingatkan kepada keluarga bahkan masyarakat untuk menyelamatkan
diri saat terjadi bencana.
Berdasarkan
pengalaman saya, jika anak-anak sudah terbiasa dan mengerti terkait pengetahuan
mitigasi bencana, maka anak tersebut akan cenderung tenang dan tidak panik,
mereka melakukan upaya menghibur diri dengan mengikuti kegiatan di posko
pengungsian yang sering dilakukan oleh relawan.
theglobeandmail.com |
Sumber:
http://www.sinarharapan.co/news/read/150726005/agar-anak-anak-tanggap-bencana,
diakses pada Kamis, 2 November 2017.
https://news.detik.com/kolom/d-3502328/pendidikan-siaga-bencana-dalam-keluarga,
diakses pada Kamis, 2 November 2017.
http://pendidikan-luar-sekolah.fip.uny.ac.id/berita/mitigasi-bencana-bagi-anak-usia-dini.html, diakses pada Kamis 2 November 2017
Komentar
Posting Komentar