makanansehat.biz |
Indonesia
sebagai bangsa yang besar memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Perjalanan
sejarah Indonesia sudah barang tentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
bangsa-bangsa luar. Pengaruh itu meliputi keragaman dari banyak hal seperti
halnya sistem pemerintahan, sistem sosial kemasyarakatan, sistem perekonomian,
teknologi dan sebagainya. Namun juga terdapat suatu hal yang maenarik yaitu
dengan adanya pengaruh dari pihak luar budaya tradisional bangsa Indonesia
tidak tergantikan. Seperti halnya adat istiadat, norma, bahkan pada keragaman
jenis makanan. Makanan sebagai suatu hasil dari kebudayaan manusia pertama-tama
memiliki peran sebagai alat pemenuhan kebutuhan primer. Tidak hanya itu peran
makanan dalam kehidupan manusia bahkan sampai pada ranah untuk kegunaan religuisitas.
Hal itu tercermin dari kebudayaan Jawa yang banyak melakukan ritual-ritual adat
dan makananpun menjadi hal yang tidak bisa dilepaskan[1].
Keberadaan makanan tradisional itu pada umumnya
tidak terlepas dari adat istiadat suatu masyarakat tertentu. Sehingga makanan
tradisional dapat menjadi cerminan budaya suatu masyarakat[2]. Hal
itu juga dikarenakan oleh kebiasaan
masyarakat turun-temurun, kesediaan bahan mentah, dan sumber daya
teknologi yang berbeda. Sebagai contoh didaerah dekat pantai, ketersediaan
bahan makanan disana adalah berupa ikan dan hasil laut, begitu pun daerah
dataran tinggi yang banyak menghasilkan
komoditas bahan makanan berupa sayuran. Hal itulah yang kemudian menunjukkan
suatu kebudayaan yang khas dari budaya lain. Misalnya pada salah satu bahan
makanan pokok singkong di daerah Maluku atau Indonesia Timur singkong biasa
digunakan seperti halnya nasi (beras) di daerah Jawa.
Ketersediaan bahan makanan itu juga akan
menghasilkan beraneka makanan pula. Hal itu kemudian menciptakan suatu makanan
khas dari suatu daerah itu. Seperti contohnya, di Surabaya terkenal dengan
lontong balap, Malang dengan baksonya, Yogyakarta dengan gudegnya, dan Jakarta
dengan ketopraknya. Seperti pada
penjelasan diatas bahwa keanekaragaman makanan juga ditentukan oleh beberapa
faktor selain ketersediaan bahan makanan juga karena faktor sosial dan
geografis. Pada contoh diatas, makanan khas Jawa Timur khusunya kebanyakan
berasa pedas, karena dikarenakan
beberapa daerah di Jawa Timur berbudaya dialek arek yang terkesan tegas dan berani serta karena bahan pemedas yang
berlimpah. Begitupun di Yogyakarta atau Jawa Tengah yang kebanyakan masakannya
berasa manis, yang dikarenakan budaya masyarakat mataraman yang halus dan sopan.
Makanan khas daerah di Indonesia juga
banyak yang tidak bisa dilepaskan karena pengaruh penjajahan atau datangnya
bangsa luar. Hal itu dulu dilakukan oleh bangsa luar karena alasan untuk
mencari bahan makanan lokal di Indonesia. Oleh sebab itulah bangsa luar itu
membawa budayanya ke dalam Indonesia. Terlihat sampai sekarang di beberapa
daerah khusunya yang dulu menjadi kota pelabuhan atau kota strategis masih
banyak ditemui makanan yang berasal dari bangsa luar, seperti Tiongkok (chinesee food), India, dan Arab (arabian food). Hal itu semakin kompleks saat bangsa Eropa
mulai menanamkan pengaruhnya di Indonesia sejak adab ke-16 sampai abad ke-18.
Kemudian masuknya bangsa Eropa itu juga membawa berbagai jenis bahan makanan
baru. Dalam kurun waktu ini jugalah yang menjadi penentu bagi perkembangan
serta pembentukan berbagai jenis makanan di Indonesia pada abad setelahnya
(abad ke-19 hingga masa kemerdekaan). Hingga pada tahun 1950-1967an saat itu
pemerintah Indonesia mulai mengencarkan program-program mengenai makanan sehat
untuk masyarakat luas. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dengan
membuat buku ilmu-ilmu makanan. Salah satu buku itu adalah Mustika Rasa yang berisi mengenai konsep-konsep dasar dan utama
tentang makanan Indonesia. Hal itu dibuat pemerintah juga untuk menumbuhkan
identitas bangsa. Banyak sekali resep-resep masakan yang ada di buku ini,
seperti resep “lawas”, resep lokal, hingga resep baru dari berbagai daerah di
Indonesia.
Namun juga berbagai jenis makanan di
Jawa Timur itu dipengaruhi oleh adanya orang-orang luar Jawa Timur yang
bermigrasi kemudian menetap di Jawa Timur, ataupun karena adanya pengaruh dari
wilayah di sekitarnya. Seperti makanan di Surabaya yang masih banyak
terpengaruh oleh masakan Madura. Sebagai penghasil garam terbesar sehingga rasa
asin mempengaruhi masakan di Surabaya. Juga di Surabaya jenis makanannya
kebanyakan berdasar petis, seperti rujak cingur, semanggi, lontong kupang, dan
tahu campur[3].
Fungsi makanan di Jawa Timur sama
seperti makanan di daerah lain di Indonesia. Ada yang merupakan makanan pokok,
makanan jajanan, dan makanan upacara / ritual. Makanan pokok di Jawa Timur sama
seperri mayoritas masyarakat Indonesia, yaitu beras (nasi), hal itu juga
dikarenakan masih banyaknya ladang padi di Jawa Timur, meskipun biasanya juga
dikombinasi dengan jagung atau singkong. Dapat dikatakan bahwa makanan pokok
itu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari untuk mencukupi
kebutuhan fisik (tubuh) agar seseorang dapat terpenuhi gizi tubuh dan agar
tetap hidup dan sehat. Sedangkan makanan jajanan bisa dikatakan sebagai
selingan makanan pokok. Makanan jajanan biasa juga disebut dengan jajanan
camilan atau jajanan pasar. Di Jawa Timur khusunya, masih banyak ditemui
makanan jajanan di pasar tradisional maupun di kios-kios. Meskipun sudah
dikemas secara modern namun itu tidak menyebabkan rasanya berbeda. Biasanya
dalam pembuatan makanan jajanan, resepnya adalah turun-temurun dari keluarga
sebelumnya. Kebanyakan makanan jajanan ini juga dijadikan sebagai komoditas
oleh-oleh khas suatu daerah, misalnya di Bojonegoro terkenal dengan ledre, Lamongan (Babat) dengan wingkonya, Madiun dengan brem nya, dan Batu dengan keripik
buahnya. Kebanyakan juga makanan jajanan tradisional itu wujudnya kue kering,
kue basah (jajanan pasar), dan gorengan. Wujud-wujud makanan ini banyak
dijumpai di hampir seluruh daerah di Jawa Timur.
Makanan untuk upacara sesuai dengan
namanya biasanya digunakan sebagai pemenuhan atau penyajian saat ritual-ritual
tertentu. Selain itu makanan upacara
juga sarat akan nilai-nilai filosofis baik dalam penamaan , bahan baku, maupun
bentuk fisik dari makanan itu sendiri. Jika ingin membuat makanan upacara
biasanya bahan bakunya cukup mudah ditemukan dan dibuat secara tradisional
sesuai tata adat secara turun temurun.
Eksistensi berbagai jenis makanan itu
tidak terlepas dari adanya restoran, kios, atau warung makan atau rumah makan.
Kini restoran atau rumah makan bervariasi, mulai dari variasi harga, makanannya
sendiri, dan juga “golongan” masyarakat penikmat makanan itu sendiri. Mulai
dari golongan atas yang kebanyakan menyukai makan di restoran atau fastfood hingga golongan menengah yang
lebih suka makan di rumah makan atau depot makan. Salah satu jenis restoran
adalah restoran tradisional, yang mana restoran ini mulai dari sistem pelayanan
hingga desain ruangannya menggunakan gaya tradisional. Kebanyakan restoran
tradisional ini menyediakan makanan tertentu, seperti makanan tradisional khas
Jawa Timur[4]. Restoran tradisional ini juga biasanya
membawakan kesan nostalgia kepada penikmat makanan terkait dengan makanan yang
ditawarkan.
Sebagai kota ikonik di Jawa Timur, di
Surabaya dalam perkembangan kotanya sudah mampu memebrikan warna pada kuliner
di Jawa Timur. Hal ini ditandai dengan banyaknya masakan yang dibawa
orang-orang luar Surabaya yang kemudian bermukim disana. Tak heran karena
terdapat etnis Tionghoa di Surabaya juga banyak makanan yang beberbau chinesee food. Kini dalam
perkembangannya Surabaya juga dapat mempromosikan beragamnya makanan khas Jawa
Timur. Cara itu sudah dilakukan khusunya oleh pemerintah Surabaya ataupun Jawa
Timur dengan menggelar acara khusus hingga umum.
DAFTAR PUSTAKA
Brahmana
Ritzky K.M.R.,2015, Persepsi Terhadap
Makanan Tradisional Jawa Timur : Studi Awal Terhadap Mahasiswa Perguruan Tinggi
Swasta di Surabaya, ( Surabaya : Universitas Kristen Petra Surabaya), (
Tersdia dalam Jurnal Kinerja, volume
19, No. 2, 2015)
Sabana ,Setiawan, 2017, Nilai Estetis Pada Kemasan Makanan
Tradisional Yogyakarta, ( Bandung :
Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB ), (
Tersedia dalam jurnal online diakses pada Sabtu, 11 Maret 2017).
Susanto,Rizky Alim, 2015, Perancangan Interior Restoran Tradisional
Jawa Timur di Surabaya, ( Surabaya : Universitas Kristen Petra ), (tersedia
dalam Jurnal Intra Vol.3, No 1, 2015).
Adrianto, Ambar, 2014, Jajanan
Pasar : Makanan Tradisional Masyarakat Jawa, ( Yogyakarta ), ( dalam Jurnal
Jantra / Jurnal Sejarah dan Budaya, vol. 9, no. 1, 2014).
[1] Ambar Adrianto, Jajanan Pasar : Makanan Tradisional
Masyarakat Jawa, ( Yogyakarta ), hlm. 12, ( dalam Jurnal Jantra / Jurnal
Sejarah dan Budaya, vol. 9, no. 1, 2014).
[2] Setiawan Sabana, Nilai Estetis Pada Kemasan Makanan
Tradisional Yogyakarta, ( Bandung :
Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB ), hlm 10. ( Tersedia dalam jurnal online diakses pada Sabtu, 11 Maret
2017).
[3] Ritzky K.M.R. Brahmana, Persepsi Terhadap Makanan Tradisional Jawa
Timur : Studi Awal Terhadap Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya,
( Surabaya : Universitas Kristen Petra Surabaya), hlm. 113, ( Tersdia dalam
Jurnal Kinerja, volume 19, No. 2,
2015)
[4] Rizky Alim Susanto, Perancangan Interior Restoran Tradisional
Jawa Timur di Surabaya, ( Surabaya : Universitas Kristen Petra ), hlm. 16,
(tersedia dalam Jurnal Intra Vol.3, No 1, 2015)
Komentar
Posting Komentar