Wilayah
Asia Tenggara secara geografis menjadi sangat strategis untuk jalur pelayaran
dan perdagangan pada masa lalu. Secara otomatis bangsa-bangsa dari luar banyak
yang singgah dan berhubungan dengan masyarakat Asia tenggara. Konsep pelayaran
yang semakin maju dengan berkembangnya ilmu perkapalan dan pelayaran utamanya
di India dan Cina. Pengaruh bangsa luar terhadap masyarakat Asia Tenggara tentu
banyak membawa perubahan yang signifikan. Masyarakat Asia Tenggara mulai
mengadopsi budaya-budaya luar, kerajaan-kerajaan mulai mucul di Nusantara
dengan mempratekkan agama dari India dan bahasa Sansekerta[1].
Proses masuknya pengaruh India atas Asia Tenggara ini banyak dikenal dengan
istilah “Indianisasi”, yang dipakai oleh George Coedes. Namun dalam
perkembangan Hinduisasi di Asia Tenggara juga beriringan dengan proses masuknya
Buddhisme. Masuknya aliran kepercayaan yang dianggap baru oleh masyarakat
pribumi ini juga melebur dan terakulturasi dengan kepercayaan lokal pada saat
itu yakni penyembahan terhadap roh nenenk moyang dan benda-benda magis
(animisme dan dinamisme). Perkembangan kebudayaan juga berkembang dan mulai
diadopsi masyarakat lokal seperti arsitektur atau seni bangunan, seni sastra,
dan sistem sosial yang berlandaskan budaya Hindu Buddha namun tetap
berakulturasi dengan budaya lokal masyarakat setempat.
Pengaruh
budaya India diatas terus berkembang hingga mempengaruhi tatanan sosial politik
masyarakat Asia Tenggara. Terbukti dengan pendirian kerajaan-kerajaan di
kawasan Asia Tenggara saat itu yang beraliran Hindu dan Buddha. Coedes
menganalisis bahwa perubahan tempat perdaganagan menjadi suatu tatanan politik
yang terorganisir tersebut dapat terjadi dengan dua jalan: adanya paksaan India
kepada penduduk pribumi yang telah meresapi unsur-unsur India atau seorang
pribumi yang mengukuhkan kekuasaan dan menerima unsur luar dengan memeluk agama
dari India. Tentunya dalam praktik berpolitik di dalam kerajaan utamanya yang
beraliran Hindu masih menggunakan sistem kasta yang dikenal di India namun
telah mengalami perubahan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat pribumi[2]. Dalam
persebaran kebudayaan India terdapat asumsi yang berbeda dari beberapa tokoh
sejarawan. R.C Majundar mengutarakan pendapatnya bahwa kaum ksatria dan
prajurit India lah yang menyebarkan kebudayaan India dan mendirikan beberapa
koloni di kepulauan Indonesia. N.J. Krom lebih menekankan pada para kaum
pedagang India yang berinteraksi langsung bahkan melakukan perkawinan dengan
pribumi. Menurut Van Leur kaum Brahma lah yang berperan menyebarkan budaya
India ditambahi dengan keperluan keagamaan.
Penyebaran
pengaruh kebudayaan India diikuti dengan proses masuknya Hindu-Buddha di Asia
Tenggara mengubah pola kehidupan masyarakat di kawasan itu, terutama dalam aspek
politik, agama, dan sosial. Kehidupan politik mencakup pemerintahan dan
pengaturan masyarakat. Kehidupan beragama tercermin dari corak kepercayaan dan
tata cara atau upacara keagamaan. Kehidupan sosial mencakup penataan kelompok
di dalam masyarakat. Seperti dituliskan diatas bahwa proses penyebaran itu
berlanjut hingga beberapa abad hingga dapat berdiri kerajaan-kerajaan besar
bercorak Hindu-Buddha. Dilihat dari sumber-sumber awal proses Indianisasi juga
banyak ditemukan baik sumber arkeologi , epigrafi ataupun sumber bangsa asing. Seperti
Niddesa, sebuah teks yang menggunakan
bahasa Pali berasal dari awal tarikh Masehi, menurut Coedes merupakan suber
yang lebih meyakinkan karena disebut satu daftar nama tempat dalam bahsaa
Sansekerta yang diintesifikasinya dengan suatu tempat di India[3]. Prasasti
Sansekerta tertua di Fu-nan yang terletak di sebelah hilir dan delta sungai
Mekong, Vietnam bagian selatan, yang ditetapkan sebagai masa berdirinya Fu-nan
berikut pernikahan seorang Brahmana dengan seorang perempuan. Arca-arca Budha
asal India sebelum abad ke-5 M juga banyak ditemukan di Vietnam dan Sulawesi
menunjukan bahwa pengaruh India sejak awal abad masehi telah sampai wilayah
yang cukup jauh.
Proses
Indinanisasi pada masyarakat Asia Tenggara khususnya, meskipun dari asumsi
sejarawan ada yang dibawa oleh kaum ksatria atau prajurit, namun tidak sampai
terjadi penaklukan militer atau penjajahan secara politik atas nama suatu
wilayah. Berdirinya kerajaan Hindu-Buddha itu menurut Coedes hanya memiliki
hubungan tradisi dengan dinasti yang memerintah di India. Hal ini berlawanan
dengan cara penyebaran kebudayaan Cina yang memang berjalan bersamaan. Orang
Cina bertindak dengan cara penjajahan dan pencaplokan kawasan-kawasan suatu
wilayah untuk menyebarkan kebudayaannya. Hingga negeri yang ditaklukan Cina
dipaksakan untuk meniru adat, kebiasaan, dan bahasanya[4].
Meskipun beriringan budaya India lebih mendominasi dan dapat diterima banyak
masyarakat di kawasan Asia Tenggara hingga berdampak pada pelbagai aspek
kehidupan, budaya, dan tatanan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Coedes, George, Asia Tenggara Masa Hindu-Budha,
Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2010 ;
Hall, D.G.E.
Sejarah Asia Tenggara I (Terj. I.P. Soewarsha). Surabaya: Usaha
Nasional, 1988.
Indonesia Dalam Arus Sejarah, jilid II, PT Ictiar Baru van Hoeve kerjasama dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2012
[1] D.G.E.Hall, Sejarah Asia Tenggara. Hlm 14
[2] George Coedes, Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha. 2010. Hlm : 53
[4] Ibid. Hlm : 66
Komentar
Posting Komentar