muslimheritage.com |
Dimulai
pada masa Daulah Murabbitun ( 479-540 H / 1088-1145 M ). Pada mulanya gerakan
ini murni gerakan keagamaan namun dalam perkembangannya menjadi gerakan religio
militer. Murabbitun merupakan dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi. Nama
Murabbitun berkaitan erat dengan nama tempat tinggal mereka ( ribat, semacam
madrasah)[1].
Kaum ini juga biasa disebut al-mulassimun ( pemakai kerudung sampa menutupi
wajah).
Seorang pemimpin mereka
yang bernama Yahya Bin Umar saat melaksanakan ibadah haji, ia menyadari bahwa
kaumnya awam dengan ilmu pengetahuan agama. Yahya pun mencari orang yang tepat
dan sanggup untuk meningkatkan ilmu pengetahuan disana, dan bertemulah dengan
Abdullah bin Yasin seorang guru mazhab Maliki. Abdullah bin Yasin dan Yahya
dibantu oleh beberapa orang yang sanggup dan berminat untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan disana hingga mendirikan pusat penggemblengan (ribat) di daerah
Niger, Senegal. Perkumpulan tersebut berhasil membuat kaum setempat berminat untuk
menambah ilmu pengetahuan hingga berjumlah 1000 orang[2].
Para pengikut ini setelah dinyatakan selesai kemudian disebar ke berbagai
penjuru untuk menyebarkan ajarannya.
Yahya bin Umar bersama
Abdullah bi Yasin berhasil melebarkan kekuasaannya hingga ke daerah Wadi Dara.
Kemudian mereka juga berhasil menaklukan kerajaan Sijilmasat. Sampai akhir
hayat Yahya bin Umar , dibawah kepemimpinannya dinasti ini terus menaklukan
kerajaan lain hingga Yahya wafat dan digantikan oleh saudaranya yang bernama
Abu Bakar bin Umar.
Bersama dengan Abdullah
bin Yasin, Abu bakar bin Umar melanjutkan penaklukan diberbagai wilayah di
Afrika. Hingga mereka bersama mencoba menaklukan di Maroko Tengah. Tepatnya
pada tahun 1059 M saat penyerangan ini Abdullah bin Yasin gugur. Setelah itulah
Abu Bakar bin Umar memegang kekuasaan penuh. Abu Bakar saat berkuasa mulai
mengembangkan sistem kesultanan.
Sepeninggal Abu Bakar,
kekuasaan dinasty ini dipegang oleh Abu Ya’kub Yusuf bin Tasfyin. Abu Ya’kub
menjadikan Marakesy menjadi ibu kota pemerintahan. Ekspansipun tetap
dilaksanakan hingga sampai ke Aljazair, berhasil menaklukan Almeria, Badajoz,
kerajaan Saragosa, dan pulau Balearic. Bahkan dalam kepemimpinannya Abu Ya’kub
berhasil menyeberang hingga Spanyol. Sepeninggal Abu Ya’kub, beliau mewariskan
wilayah dinasti yang luas kepada anaknya Ali bin Yusuf. Perubahan mental yang
ada di dalam dinasty Murabbitun ini berdampak pada melambatnya perluasan daerah
dan mulai terlihat kemundurannya. Mental yang semakin duniawi dan lebih
menyukai kemewahan materi menyebabkan pemerintahan Ali ini melemah bahkan pada
tahun 522 H/1129 M mengalami kekalahan di Cuhera.
1.
Daulah
Muwahhidun (524-667 H/1130-1269 M).
Dinasti ini muncul karena reaksi dari dinasti
sebelumnya ,Murabbitun , yang dianggap banyak ajaran yang keluar dari aqidah;
yang berkembang di Marakesy dan sebagian wilayah di Andalus (Spanyol). Pada
akhir dinasti Murabbitun, seorang sufi dari masjid Cordova Abdullah bin Tumart,
melihat faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan Murabbitun. Tumart ingin
memperbaiki dan menyelesaikan masalah tersebut dan menambah ilmu menuju Baghdad
dan berguru pada imam Al-Ghazali. Setelah itu ia menetap di Maroko dan mulai
mengkritik perbuatan raja-raja terakhir Murabbitun yang memang telah banyak
meninggalkan ajaran Islam. Hingga Tumart mencetuskan gerakan berpaham tauhid
yang disebut Muwahhidun. Namun Tumart smasa hiduonya tidak pernah menjadi
seorang Raja atau Sultan, bahkan yang terkenal adalah Abd al-Mu’min yang kahir
di Tlemcen (Aljazair) dari suku Zahata.
Sepeninggal Tumart dan kepemimpinan jatuh pada
al-Mu’min. Pertama yang dilakukan adalah memberantas paham Murabbitun yang
memenag menyimpang dan menyerukan paham Muwahhidun. Zaman dinasti Muwahhidun
ini mecapai puncaknya dan ajaranya semakin luas terutama perkembangan ilmu
lebih giat lagi. Selain itu hubungan dagang juga semakin terjalin baik dan
meluas terutama dengan pulau-pulau sekitar Italia seperti Genoa, Pisa,
Merseille, Vanice,dan Sisilia[3].
Setelah mengalami kemajuan yang cukup signifikan
bahkan hampir satu abad,daulah Muwahhidun akhirnya mengalami masa kemunduran.
Salah satu sebabnya adalah kepemimpinan
yang lemah, adanya perebutan di kalangan keluarga, dan memudarnya misi
dan keyakinan Tumart. Pengaruh keruntuhan Muwahhidun di Spanyol menyebabkan
kekuasaan di Afrika juga mulai mundur.
2.
Daulah
Fathimiyah
Di kawasan Afrika Utara
hingga tahun 850 M masih dikuasai Aghlab yang meliputi Tunisia dan sebagian
pulau Sisilia yang merupakan negara bagian Abbasiyah. Sedangkan di wilayah
barat masih berkuasa bani Rustamiyah di Aljazair dan Bani Idris di Maroko.
Sedangkan di daerah Spanyol masih dibawah kekuasaan bani Umayyah II. Di awal
tahun 900-an muncul sebuah gerakan baru hingga terbentuknya negara Fathimiyah
di Tunisia.
Gerakan pembaharuan
tersebut dibawah pengaruh dari Syi’ah Ismailliyah. Abu Abdullah, merupakan
salah satu seorang penganjur gerakan ini yang muncul pada abad IX di antara
suku Barbar Kutamana di Tunisia tepatnya pada tahun 893. Dalam perkembangannya
beliau mendapat banyak dukungan bahkan dapat mengusir dinasti Aghlabi.
Di Afrika Utara
kekuasan mereka menjadi semakin luas hingga dapat menuasai dinasti Rustamiyah
dari Tahert dan juga menyerang bani Idris di Maroko. Fathimiyah pertama kali
menyebarkan paham kepada ummat Islam bahwa kaum mereka adalah keturunan
Fathimah (putri Nabi Muhammad SAW dan istri dari Ali bin Abi Thalib). Tugas
yang lain dibawa oleh khalofah Muiz yang mmeiliki seorang Jenderal bernama
Jauhar Sicily yang dikirim ke Mesir untuk menguasai dan menjadikan Mesir
sebagai pusat Islam. Berkat kerja keras Jenderal ini Mesir dapat ditaklukan
dengan mudah dan singkat.
Di zaman khalifah ini
Mesir semakin berkembang di berbagai bidang. Perdagangan disana berkembang ke
segala arah bahkan samapai India, laut Tengah, dan terkadang ke Byzamntium. Kemakmuran
rakyat Mesir saat itu juga membawa dampak yang baik bagi perkembangan pemikiran
dari seluruh Dunia Islam, dikarenakan selain ada semangat intelektual rasa
toleransi juga tinggi. Ahli Zimah terutama Kristen dan Yahudi mendapatkan
perlakuan yang baik, bahkan mereka diizinkan untuk membangun tempat ibadah dan
beberpa orang diangkat unruk menjabat ke dalam pemerintahan.
Khalifah Aziz yang
menggantikan khalifah-khalifah sebelumnya melakukan perubahan dasar pada masjid
Al-Ahzar yang memiliki keistimewaan sebuah masjid dapat berkembang hingga
menjadi universitas. Al-Ahzar dibangun pada tahun 970 M sebagai masjid yang
baru dan lama kelamaan berkembang menjadi pusat studi Islam yang terus
berlanjut hingga saat ini[4].
Awalnya digunakan untuk menyebarkan paham Syi’ah, namun diubah oleh Shalahudin
al-Ayyubi menjadi pusat pendidikan Sunni hingga kini.
3.
Daulah
Ayyubiyah.
Masa akhir daulah Fathimiyah saat itu diperkirakan
tidak sanggup mengahadapi tentara perang salib yang hendak menguasai dunia
Islam. Raja terakir dinasti tersebut mengutus Shalahudin dan membawa angkatan
bersenjata untuk membatu Mesir. Dalam perjuangannya beliau berhasil dan
diangkat menjadi sultan di Mesir sebgai pendiri dinasti Ayyubiyah.
Shalahudin pertama muncul saat pamannya Nuruddin
Zanki mengirim pasukan bersenjata untuk mengalihkan pasukan Salib dari Mesir
dan dibantu oleh banyak staf salah satunya Shalahudin. Shalahudin dapat dengan
cepat diberi amanat hingga menjadi menteri perang untuk menghadapi pasukan
Salib. Nama Shalahudin kian melejit hingga ia dipercaya untuk menjadi penguasa
Mesir dan mempersatukan pemerintahan Abbasiyah dan Fathimiyah yang memang
berbeda aliran. Disini dunia Islam kian kuat dan bersatu. Tidak hanya itu
Shalahudin berhasil mempersatukan bangsa-bangsa Muslim lainnya seperti Syria,
Mesopotamia, dan Yaman. Untuk mempertahankan bangsa-bangsa Muslim Shalahudin
membangun benteng Kairo diatas bukit Muqattam, yang selanjutnya menjadi pusat
pemerintahan dan militer.
Pada tahun 1174
Shalahudin mendirikan dinasti Ayyubiyah dengan menguasai wilayah Mesir, Syam,
Mesopotamia, dan Yaman. Shalahudin kiat disgani sebagai penguasa disana, berkat
banyaknya kemenangan yang dicapainya melawan pasukan Salib. Shalhudin juga
membuat suatu kemajuan bagi umat Islam dengan membangun ekonomi, perdagangan,
memajukan ilmu oengetahuan dengan mendirikan madarasah-madarasah. Selain
membangun peradaban disana, Shalahudin juga memperkuat hubungan dengan
musuh-musuh saat perang Salib. Seperti saat pasukan Salib dipimpin oleh Richard
Hati Singa dari Inggris yang mengalami kekalahan hingga Richard jatuh sakit,
kebaikan Shalahudin pada musuhnya ditampakan dengan bersedianya Shalahudin
mengobati Richard hingga sembuh. Kepiawaian Shalahudin dalam memimpin juga
dibarengi dengan prestasinya mencetak tokoh ilmuan dari Arab saat itu seperti
Maimoonides yang mnulis buku filsafat yang berjudul Dalalah al-Haizin (sebuah pedoman bagi orang yang ragu ), Bin
al-Baytar yang ahli dalaam kedokteran hewan dan medical.
1.2. Afrika
Timur
Diwilayah
Afrika Timur penyebaran Islam cenderung mudah dan cepat. Salah satunya sebelum
Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah, beberapa pengikutnya melarikan diri dan
tinggal di Aksum (Ethiophia) yang disana dipimpin oleh raja Kristen. Hal
sebaliknya juga dilakukan oleh sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama Bilal
yang biasa menyerukan Adzan di Madinah adalah merupakan bekas budak dari
Ethiophia. Imigrasi pada saat itu memang sudah banyak dilakukan mengingat jalur
perdagangan di jazirah Arab dengan kawasan Pantai Afrika Timur sudah terlain lama.
Kebanyakan
pedagang dari Haramaut di Yaman bermukim di kota-kota sepanjang kawasan Pantai
Afrika Timur. Artefak paling awal menunjukan bahwa persebaran Islam di Afrika
Timur berasal dari tahun akhir 700-an dan awal 800-an[5].
Dan bukti yang ada menunjukan Islam masuk melalui Pantai Afrika Timur diwilayah
utara yang memang berdekatan dengan Arab.
Pada abad ke
tujuh, pengungsi-pengungsi, pelarian Muslim dari Meka, telah diterima dengan
baik oleh pera pemimpin di Etiopia. Kelompok ini kemudian kembali ke Arab
Selatan beberapa tahun kemudian. Muslim lainnya memilih untuk tetap tinggal di
daerah-daerah Sudan dan Eritrea dan di daerah pantai Somalia. Dalam keadaan
seperti ini maka perbudakan menjadi unsur yang sangat penting, dimana para
pembeli budak untuk dijual kembali di Arab telah berlangsung selama
berabad-abad.
Masa pendudukan kolonial Inggris dan Jerman di
Afrika Timur telah sedikit memperlambat penyebaran Islam. Para penguasa
kcolonial umumnya melakukan hal itu untuk mengejar perkembangannya sendiri,
walaupun hal ini tidak sepenuhnya benar, seperti yang dilakukan oleh bangsa
Belgia di Congo. Pada masa setelah kemerdekaan Negara-negara Afrika Timur ,
Islam tetap masih kelompok Agama dan kebudayaan terbesar dan kemudian
melanjutkan penyebaran disana, hal itu terjadi di Malawi, Zaire dan di beberapa
tempat di Mozambique.
DAFTAR PUSTAKA
Alkhateeb, Firas. 2014. Sejarah Islam yang Hilang. Yogyakarta : Bentang Pustaka.
Sunanto,
Musyrifah, Prof., Dr., Hj. 2015. Sejarah
Islam Klasik. Jakarta : Prenadamedia
[1] Musrifah Sunanto , Sejarah Islam Klasik, (Jakarta :
Prenadamedia, 2015), Hlm : 129.
[2] Ibid. Hlm : 130.
[3] Ibid. Hlm 140
[4] Ibid. Hlm : 146.
[5] Firas Alkhateeb, Sejarah Islam yang Hilang, (Yogyakarta :
Bentang Pustaka) . Hlm : 193.
Komentar
Posting Komentar