geotimes.co.id |
Mahasiswa
bagi masyarakat umum sudah dipandang sebagai suatu kelas yang mendapat
pendidikan tinggi. Kelas itu diperoleh secara tidak langsung karena mahasiswa
mendapatkan statusnya itu dari perguruan tinggi atau tingkatan sekolah lanjutan
tertinggi. Memakai awalan “maha” merepresentasikan mahasiswa sebagai siswa atau
pelajar yang “paling” dalam pemahaman ilmu maupun kemampuan. Secara definisi
menurut KBBI mahasiswa dapat diartikan sebagai orang yang belajar di Perguruan
Tinggi.
Dalam
kegiatan perkuliahan mahasiswa berhak memilih untuk melakukan apa yang ia
inginkan. Hal tersebut dapat ditampung dengan masuk dan berproses di dalam
wadah unit kegiatan mahasiswa ataupun organisasi lainnya. Untuk dapat bergabung
dalam unit kegiatan atau organisasi itu bagi seorang mahasiswa dapat memilih
sesuai passion atau kemampuan dan
kegemaraanya. Misalnya seorang mahasiswa gemar dalam kegiatan pecinta alam maka dapat bergabung dalam unit kegiatan
mahasiswa pecinta alam begitupun yang lain. Tentu untuk dapat berkegiatan
diluar akademis itu membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih. Bahkan beberapa
mahasiswa memilih untuk bergabung dalam organisasi lebih dari satu. Anggapan
mengenai mahasiswa tidak lepas dengan beberapa istilah yang menunjukan tugas
ketika menjadi mahasiswa, yaitu agent of
change, iron stock, social control, dan moral
force. Jargon-jargon itu selalu digaungkan para senior pada saat prosesi ospek
mahasiswa baru. Mahasiswa dituntut oleh
keempat hal itu sebagai agen perubahan, penerus masa depan, penyampai
kebenaran, dan kekuatan moral. Kesemuanya itu sudah banyak dibuktikan dengan
peran mahasiswa dahulu. Dalam sejarah pergerakan mahasiswa sudah banyak yang
berhasil menentang keegoisan pemerintah, contohnya aksi mahasiswa 1998 yang
memberhentikan Presiden Soeharto dan rezim Orde Barunya. Namun apakah semangat
juang mahasiswa dahulu dapat diimplemntasikan pada saat ini? Apakah juga
“musuh” mahasiswa kini juga sama dengan yang dimusuhi mahasiswa dahulu? Tentu
tidak, dengan perkembangan zaman kini problem mahasiswa menjadi lebih kompleks
tidak hanya persoalan kebijakan pemerintah. Namun juga perubahan sosial yang
terjadi pada masyarakat hingga perlombaan menghadapi dunia kerja.
Tentunya banyak manfaat yang diperoleh
bagi mahasiswa saat tergabung dalam suatu organisasinya salah satunya adalah
perkembangan kepemimpinan, jaringan, dan kompetensi diri. Nantinya luaran yang
diperoleh seorang mahasiswa itu dapat dibuktikan dengan kontribusi secara
langsung dan memperoleh prestasi. Lalu dikarenakan hal tersebut muncullah
pertanyaan, sebagai mahasiswa apakah harus berorganisasi, berprestasi, atau
berkarya? Ataukah hal itu semua dapat diraih saat menjadi sebagai mahasiswa?
Tentu untuk menjawab pertanyaan diatas
tidak bisa disamakan antar mahasiswa satu dengan yang lain. Beberapa mahasiswa
bahkan sudah membuktikannya selain berorganisasi dan berprestasi ia juga dapat
berkarya. Dilihat dari banyaknya prestasi perlombaan yang diikuti oleh
mahasiswa dan banyak bermunculan karya-karya mahasiswa baik berupa buku maupun
penelitian. Bahkan mahasiswa teknik sudah menjawab pertanyaan tersebut dengan
membuat robot atau mobil listrik. Sudah banyak yang membutikan dari berbagai
mahasiswa di universitas di Indonesia. Dari kesemua bukti ini telah menjawab
pertanyaan diatas. Itulah peran mahasiswa sesungguhnya, jadi tidak hanya belajar di dalam laboratorium, membaca buku diktat kuliah,
atau bahkan apatis dan langsung pulang. Menjadi mahasiswa bisa menjadi diri
kita sendiri, menjadi apa yang kita ingini. Terbang bebas dengan imajinasi kita
untuk menggapai impian dan cita kita.
Tulisan ini akan ditekankan pada poin
ketiga yaitu berkarya dengan gaya khas mahasiswa. Berkarya dalam arti adalah
membuahkan suatu hal dan dapat diterima oleh khayalak. Mengapa berkarya ?
Menjawab pertanyaan singkat ini gampang-gampang susah. Jelaslah bahwa jika
telah berkarya seseorang manusia itu hidupnya akan abadi dengan karyanya itu.
Hanya dengan karyanya manusia dapat dikenal zaman, dapat dikenang sejarah, dan
tidak tenggelam dalam arus zaman. Untuk itu karya yang sebenarnya mudah dan
juga merupakan tanggung jawab akademis mahasiswa adalah dengan menulis. Menulis
adalah jalan berkarya yang sederhana namun akan berarti jika tulisan itu
dikenang dan membuahkan ide-ide segar kepada pembaca. Ada pepatah mengatakan
bahwa “jika kau bukan anak raja maka menulislah !”. Dalam jalur ini dibutuhkan
semangat motivasi dan semangat keberlanjutan yang tinggi. Untuk dapat
menuangkan pemikiran kita dalam tulisan juga dapat diawali dengan budaya
membaca. Banyak membaca buku maka akan banyak juga wawasan yang kita dapat.
Jika ide-ide itu sudah terasa penuh dalam pikiran maka saatnya kita untuk
menuangkan itu dalam tulisan. Dalam hal ini sebagai mahasiswa tidak hanya dapat
menulis berupa jurnal ataupun tulisan yang bersifat akademis, namun juga dapat
menulis apapun sesuai dengan jalan imajinasi dan idealismenya. Untuk mengawali
budaya menulis juga tidak diperlukan waktu yang jelas. Maksudnya kapan pun
berkarya dengan tulisan itu dapat dilakukan. Memanfaatkan mata kita sebagai
kamera yang menangkap segala peristiwa disekitar kita saja sudah dapat menjadi
bahan untuk menulis. Menulis itu sederhana, tidak dibutuhkan skill khusus.
Semua dapat berkarya dengan jalan ini terlebih dengan kapasitas sebagai
mahasiswa dengan “maha” nya.
Komentar
Posting Komentar