Hari Minggu (1/10) saya kembali mengawali bulan kesepuluh dengan membuka pengalaman dan kawan baru. Mengamanahkan diri untuk survei pengungsi korban terdampak perubahan status aktivitas Gunung Agung, Bali membukakan perjalanan di bulan ini. Meski pelbagai hal diawal sempat mengganjal namun tak menyurutkan diri untuk mengabdi. Sudah terlanjur dan memang saya menyukai kegiatan ini kemudian saya coba untuk mengekspresikan lewat MAHAGANA (Mahasiswa Tanggap Bencana) di kampus. Sudah pelbagai kegiatan kebencanaan saya terjun ke lokasi langsung, namun kali ini berbeda, ya saya sendiri. Namun karena sudah berniat sejak awal, akhirnya saya tetap terjun ke Bali untuk melihat secara langsung kondisi terkini Gunung Agung yang sudah berstatus awas sejak sebulan terakhir. Awalnya "digoda" dengan pelayanan bus yang tidak profesional sehingga memakan waktu saya banyak di perjalanan menuju Pulau Dewata. Hampir satu hari saya menghabiskan waktu di dalam bis.
Disambut dengan tenda-tenda pengungsi milik organisasi kemanusiaan dan pakaian yang dijemur di lapangan gor, saat sampai disana. Warna biru tenda milik BNPB mendominasi di lapangan yang cukup luas itu. Langsung saja kami menuju pos pusat BNPB untuk mengetahui data yang sebenarnya. Kami menanyakan data pengungsi dan logistik yang berada di pos pengungsian ini. Dilansir juga di GOR ini merupakan posko pegungsian terbesar. Kamera telepon genggam siap untuk menangkap gambar dan data yang ada. Terdata 20 ribu jiwa yang mengungsi di daerah ini semakin meningkatkan rasa bersyukur. Pelbagai bantuan amanah dari kawan-kawan kampus dengan bahagia diterima dan siap disalurkan disana. Di lahan parkir yang disediakan juga banyak terparkir mobil-mobil televisi nasional yang sedang meliput secara langsung kegiatan pengungsian di sana. Begitu pula silih berganti mobil TNI ataupun relawan yang membawa bantuan logistik, baik itu dari kawan mahasiswa maupun organisasi kerelawanan lainnya. TErlihat pula bule yang ikut membantu disana. Hal tersebut membuktikan bahwa meskipun Gunung Agung sedang mengalami perubahan status namun pariwisata di Bali masih aman dan tidak terganggu. Malah oleh para bule digunakan sebagai ajang peduli sesama.
Suasana riuh membuat kaki ingin melihat kondisi anak-anak pengungsi disana. Terlihat didepan pintu gor kerumunan anak sedang berjoget dan mendengarkan musik dari orgen. Waah! Seakan tak percaya dengan ucapan mc bahwa ada Kak Seto (ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia) juga datang dan meresmikan pojok baca untuk anak-anak di pengungsian. Sekali mendayung tiga, empat pulau terlampaui tak sengaja saya bertemu dan ngobrol sejenak dengan orang yang ingin saya temui. Memiliki misi yang sama menjadikan beliau sebagai gambaran untuk melukiskan keinginan dimasa depan. Selain itu teryata di GOR ini telah dihadiri oleh banyak orang penting negeri ini, seperti Presiden Jokowi, Mensos Khofifah, hingga bupati Kabupaten Klungkung.
Meski singkat, terima kasih Bali dengan segala keterbukaan, keberagaman, dan hal yang tak terduga-duga. Saya akan kemBali lagi.
Komentar
Posting Komentar