Kali ini saya dizinkan untuk menapakkan kaki diujung barat Indonesia, Aceh. Perjalanan kali ini tergolong singkat namun saja saya mendapati perlbagai pengalaman dan tentu bertemu dengan oreang-orang baik. Mengharuskan untuk cancel pada kegiatan di salah satu negeri sebagai gantinya bisa beralih ke negeri sendiri dengan segala kemudahan dan beserta doa orang tua. Tanpa ada beberapa biaya yang dikeluarkan namun tetap menjadi beban dan amanah saat kembali. Tentunya pada wadah pengabdian dan belajarku di Mahagana (mahasiswa tanggap bencana).
Pada awal bulan Oktober secara pribadi saya dipanggil untuk menemui Wakil Rektor III, yaitu Prof. Amin sapaanya. Sempat kaget dengan panggilan langsung seketaris beliau ini untu segera mengahadap. Derap jantung begitu cepat saat menunngu beliau. Ternyata kabar baik diluar ekspetasi sebelumnya, yakni perwakilan mahagana ditunjuk untuk menghadiri pelaksanaan 12th Council of Rector Indonesia State University- Council Of University President of Thailand (CRISU CUPT) 2017. Kenapa yang ditunjuk mahagana, dikarenakan konfrensi kali ini bertemakan "Enchanging Disaster Resilience through Education: Opportunities and Challenges for Indonesian and Thai Universities" intinya adalah tentang pendidikan kebencanaan. Saya diberitahu kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 11-13 Oktober 2017, untuk itu saya mempersiapkan diri dengan membawa nama baik mahagana. Secuil tentang forum ini merupakan kerjasama antar rektor Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia dan Thailand yang setiap tahun diadakan di Indonesia dan Thailand, kebetulan saja tahun ini dilaksanakan di Indonesia tepatnya di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Bertepatan juga tahun ini forum tersebut mengambil tema mengenai kebencanaan dan tepat dilakukan di Aceh yang mana masih terngiang di telinga kita pada tahun 2004 melanda ujung barat Indonesia ini.
Kabar gembira ini saya sampaikan kepada kawan-kawan mahagana. Alangkah senangnya kawan-kawan mahagana, dengan mengikuti kegiatan ini selain bisa membuka jaringan baru dan sebagai wadah untuk menggaungkan nama mahagana diluar kampus. Dari pihak kampus menunjuk lima orang perwakilan diantaranya yakni: Prof. Moch Amin Alamsjah., Ir., M.Si., Ph.D. (Wakil Rektor III Unair), Prof. Soetojo (dekan FK Unair), Dr. Nurul Hartini., M.Kes. (Dekan Fak. Psikologi Unair), Dr. Christrijogo Sumartono, dr. SPAn. KAR (Ketua Magister Manajemen Bencana Unair), serta saya sendiri sebagai mahasiswa biasa. Seluruh persiapan sudah diurus sehingga tinggal menunggu tanggal keberangakatan saja. Meskipun bertepatan dengan jadwal UTS semester ganjil, namun karena surat izin dari rektor sudah turun sehingga langsung saya urus pada bagian akademik dan panitia ujian.
Prof. Moch Amin Alamsjah., Ir., M.Si., Ph.D. |
Dr. Christrijogo Sumartono, dr. SPAn. KAR (saat diliput media cetak) |
Dr. Nurul Hartini., M.Kes |
Prof. Soetojo |
Saya berangkat menunju Aceh pada hari Rabu (11/10) pukul 05.30 WIB. Diantar kawan se asrama saya menuju Juanda sebelum waktu Shubuh agar dapat mempersiapkan diri. Mata yang masih sangat berat memaksa untuk melihat lalu lalang orang di Bandara. Sempat tertinggal saat check in untung saja masih bertemu dengan Prof. Toyo di belakang antrian. Dikarenakan pesawat menuju ibukota, suasana pagi Juanda dipadati dengan pelbagai macam rupa, mulai dari pebisnis hingga seniman, mulaid ari yang berambut klimis hingga berambut gimbal. Perjalanan satu jam kami transit sebentar di CGK, Jakarta. Pagi Jakarta yang berembun memulai dialog saya dengan para petinggi kampus ini. Mulai bercerita masa mudanya dulu hingga dapat berkeliing diluar negeri. Perjalanan kami berlanjut dengan sarapan nasi goreng diatas kabin pesawat Batik Air. Sebelah saya Prof. Amin bercerita banyak tentang Nagasaki. Beliau telah bertahun-tahun tinggal disana dengan menyelesaikan studi Doktoralnya. Pernah menjabat sebagai PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Nagasaki dan Ketua Komunitas Muslim disana beliau bercerita bagaimana bisa mendapatkan beasiswa penuh dan hidup survive di Jepang. Saya menilai bahwa beliau adalah orang yang teliti dan tekun, disetiap beliau bercerita selalu saya membayangkan bagaimana beliau tidak pernah keluar dari labolatorium untuk menyelesaikan penelitiannya.
Cuaca yang cerah memperlihatkan keindahan alam Sumatera dengan bukit berbaris dan sungai yang menyerupai ular anaconda. Namun juga kadang tertutup oleh awan tebal yang menyilaukan mata. Perjalanan ini ditempuh selama dua jam lebih saya gunakan untuk menyelesaikan waktu tidur yang sempat tertunda beberapa jam lalu. Dari kokpit pilot dikabarkan bahwa akan segera sampai di bandara Sultan Iskandar Muda. Kami disambut dengan gerimis kecil yang cukup menyegarkan pikiran dan jasmani. Terkejutnya saat kami menuju kepada panitia yang sudah menjemput di pintu keluar terdaat kios "Bakso Malang" tepat disebelah pintu keluar bandara, wah jauh-jauh kesini masih saja terasa berada di rumah. Kami menuju hotel dengan mobil dari Fakultas Keperawatan Unsyah bersama beberapa peserta lainnya. Dikaenakan masih pukul 10.35 WIB dan belum waktunya untuk check in hotel, saya diajak bersama kolega (junior) dari Prof. Toyo yang juga dokter yang bertugas di Aceh. Langsung saja kami diajak menuju rumah makan cukup terkenal disini yakni Rumah Makan Hasan, dengan menu andalannya, Ayam Tangkap. Ayam goreng dengan pelbagai daun yang digoreng garing. Rasanya cukup enak dan saya dipersilakan untuk mencicipi makanan itu. Saya hanya menganguk dan merasakan rempah-rempah yang kental disetiap gigitan. Makan siang saya ini ditutup dengan timun serut yang menyegarkan.
Masuk waktu Dhuhur saya diajak menuju masjid kebanggaan masyarakat Aceh, Masjid Baiturrahman. Cuaca yang masih mendung dan sedikit gerimis semakin medinginkan suasana hati disana. Begitu megah memang masjid yang tidak roboh saat diterjang tsunami lalu. Terliaht betapa kuatnya hati dan jiwa masyarakat Aceh dari masjid ini, meskipun diluluh lantakkan sedemikian rupa, tapi masih dapat berdiri kokoh dan menjalani aktifitas sehari-hari dan beribadah dengan khusuk. Masjid berkubah hitam ini juga memiliki payung peneduh seperti di Masjid Nabawi, jika hujan atau panas terik payung itu akan mekar sedang jika malam atau cuaca sedang baik maka akan menutup. Kami shalat berjamaah pada shaf pertama dibelakang mimbar kayu yang diukir apik itu. Setelah itu saya diminta untuk memfoto semua secara bergantian, saya pun difotokan Prof.Amin selaku Warek III, bahkan saya sempat sungkan, namun beliau mudah bergaul sehingga tidak masalah. Selanjutnya kami mengelilingi masjid Baiturrahman sampai didepan kolam dengan ditemani gerimis yang semakin deras. Selepas itu kami mampir sejenak di pusat perbelanjaan oleh-oleh untuk sekadar membeli souvenir. Di beberapa toko penjual oleh-oleh itu kebanyakan menjual Kopi Gayo, kerajinan tas, kopiah rajutan dengan corak khas Aceh, hiasan dinding rencong, sampai gelang etnik yang ciamik.
Selepas pukul 14.00 WIB kami kembali ke hotel untuk check in dan beristirahat sejenak. Di lobby hotel peserta dari Thailand juga sudah berkumpul beserta koper dan tas jinjingnya. Kurang lebih sejumlah 30 lebih delegasi mereka menunggu key card hotel. Saya langsung menuju kamar yang sudah terpesan. Beristirahat sejenak melihat suasana sore Banda Ach dari jendela lantai empat. Konferensi ini dibuka malam ini dengan makan malam bersama Wali Kota, Banda Aceh di gedung balaikota yang tidak jauh dari Masjid Baiturrahman. Waktu shalat disini berselang satu jam dari waktu shalat Surabaya, sehingga kami berangkat menuju lokasi selepas shalat Isya. Gdung walikota yang dituju terlihat baru dengan gaya arsitektur dan berbagai corak khas Aceh. Pelbagai tarian pembuka meriahkan malam itu. Tari saman yang dimainkan oleh laki-laki dan perempuan bergantian membuka konferensi ini. Delegasi dari Thailand dengan tanggap memgang telepon genngamnya untuk sekadar mengabadikan atau memvideo salah satu budaya Nusantara ini. Bapak wali kota, Rektor, dan perwakilan dari Thailand bergantian memberikan sambutan untuk membuka kegiatan ini.
Acara pembukaan yang cukup singkat ini, membuat dokter Cris dan Prof. Toyo untuk berkeinginan mengelilingi sudut malam Banda Aceh, sedangkan saya hanya manut saja diajak. Kami selanjutnya menuju kedai kopi Solong, Ulee Kareng. Disana saya mencoba minuman khas Aceh, Teh Tarik. Disetiap meja sudah disediakan berupa kudapan ringan untuk menemani secangkir kopi atau teh tarik, seperti kacang aceh, telor, roti. dan kerupuk. Kedai kopi disini berbeda dengan kebanyakan di Jawa atau biasa disebut angkringan, giras, atau cangkrukan. Biasanya kedai kopi di Jawa cenderung dengan gaya lesehan dan berada di trotoar jalan, jika di Aceh kedai kopinya berada di ruangan seperti rumah makan pada umumnya berikut meja dan kursinya. Selepas itu kami langsung menuju hotel untuk beristirahat dan saya mempersiapkan materi jika memang ada beberapa hal untuk dipresentasikan. Malam yang rencananya untuk berkeliling mengitari Aceh luluh dengan kasur hotel.
Saat acara pembukaan |
Teh Tarik Hangat yang menemani lidah |
Keesokan hari adalah acara inti yakni konferensi, dengan menggunakan almamater lengkap saya ternyata peserta paling awal datang. Dengan maksud menunggu Prof. Amin dan dokter Cris saya membaca buku di depan hall hotel yang digunakan sebagai tempat konferensi. Acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan dibuka oleh speakers pertama dari perwakilan Thailand yang memaparkan kondisi geografis Asia Tenggara dengan Asia Timur yang tidak jauh berbeda yakni rawan bencana. Namun yang membuat berbeda adalah bagaimana dengan cepat negara-negara di Asia Timur seperti Jepang dalam menanggulangi bencananya, seperti Tsunami dan gempa bumi yang beberapa tahun lalu melanda Jepang. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari perwakilan Indonesia yang di sampaikan dari perwakilan POLHUKAM RI yang memaparkan pentingnya menjaga kesatuan bangsa dari ancaman bencana teror, termasuk didalamnya teroris dan segala upayanya.
Masuk pada siang hari, yakni dibagi menjadi tiga forum rector, dean and student (rektor, dekan, dan mahasiswa) kami terbagi menjadi tiga ruangan yang berbeda. Saya sedikit terlambat dikarenakan sehabis diajak berkeliling (lagi) oleh Prof Toyo untuk menemui juniornya. Dalam forum kami berdiskusi lintas kampus bahkan lintas negara (Indonesia-Thailand). Saya melihat ada yang antusias mengikuti diskusi ada juga yang masih sibuk menggengam gawainya. Kami ditugaskan untuk mendiskusikan terkait bagaimana nanti kerjasama Indonesia-Thailand dalam forum ini kedepan. Akhirnya saya tergabung dalam kelompok dengan tiga orang dari Indonesia (2 mahasiswa berprestasi Universitas Negeri Yogyakarta), (4 dari Thailand) bahasan yang kami ajukan adalah mengenai tingginya angka Korupsi di kedua negara. Kami melihat di pelbagai sumber untuk menguatkan data akan hal ini ternyata memeang benar bahwa di Indonesia dan Thailand hampir sama banyaknya tindak korupsi yang terjadi. Kami pun menulis data dari pelbagai sumber dan harapan apa yang kami mau untuk hubungan kedua negara ini. MAsing-masing kelompok kemudian maju kedepan untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Dari ke tujuh kelompok kami kelompok terakhir yang maju untuk mempresentasikan hasil diskusi. AKhirnya dari semua kelompok dipilih kelompok kami untuk mewakili student forum yang nanti akan presentasi didepan dekan dan rektor peserta konfrensi. Akhirnya siap tidak siap kami bersedia dan betapa bahagianya kami mendapat respon yang sangat baik dari peserta. Bahkan kami diberikan hadiah berupa souvenir dari Chulalongkorn University.
Berakhirlah acara inti konfrensi ini dengan pelbagai kesepakatan yang cukup banya dari hasil forum tersebut. Setelah itu nanti malam terdapat acara penutupan di kampus Universitas Syah Kuala. Sebelum itu saya rehat sejenak begitupun seluruh peserta dan kembali pukul 19.00 WIB. Saya yang tertinggal bus akhirnya memesan gojek menuju Unsyah, memang jaraknya cukup jauh dari hotel, namun masih di dalam kota Banda Aceh. Acara malam ini ditutup dengan sambutan-sambutan dan pertukaran budaya dari masing-masing negara. Aceh dengan kakayaan budayanya tidak henti-hentinya mengahdirkan tarian yang semarak. Tidak kalah dari perwakilan Thaliland juga mengajak kami menari bersama. Namun bukan hanya bersorak-sorak yang saya dapatkan melainkan bagaimana kita saling menjaga kerukunan satu sama lain.
Meskipun terbilang singkat, pegalaman oleh Serambi Mekah ini saya mendapatkan pelbagai hal yang tidak akan dapat saya lupakan. Pertama, memang rencana Allah selalu ada dan selalu membrikan kejutan yang tidak terkira. Hal ini saya rasakan saat sebelum berangkat ke Aceh saya sudah berencana untuk berangkat dalam sebuah kegiatan pengabdian di India sebagai LO, namun karena pelbagai hal jadi saya belum bisa berkesempatan untuk hadir disana, Allah menjawab lain dengan memberikan kesempatan saya menginjakkan kaki di Masjid Baiturrahman, Aceh. Kedua, saya melihat bahwa sejatinya setiap manusia tidak memiliki sifat jahat, hanya saja kesempatan dan masa lalu yang membuat berbuat buruk. Bertemu dengan orang baru, kawan baru, sahabat baru memberikan pandanganan yang luas akan arti perbedaan. Sifat manusia yang baik sudah tampak pada diri hanya saja bagaimana kita menghadapi orang tersebut selayaknya kita bercermin.
Komentar
Posting Komentar