Jalur
sutera adalah nama sebuah jalur yang terbentang luas menghubungkan berbagai
kawasan di Asia hingga ke kawasan Barat. Pada abad ke-19 ahli geografi Jerman
Ferdinand von Richthofen adalah orang pertama kali menggunakan nama Jalur
Sutera. Jalur ini adalah jalur yang menjadi pintu utama penyebaran peradaban China
ke Barat, sekaligus jembatan yang menghubungkan pertukaran ekonomi atau
perdagangan China ke Barat.
Disebutkan bahwa komoditas perdagangan dari China
banyak berupa kain sutera. Namun kebanyakan sutera China diproduksi di daerah
selatan, kebanyakan peta memperlihatkan
Jalur Sutera dimulai dari daerah Xi’an di China[1].
Kain sutera juga telah menyebar pada masa Romawi, dimana pada saat berperang para
serdadu Romawi panik karena mata mereka silau oleh kilauan sutera rompi
pelindung serdadu Partian. Akhirnya dalam waktu singkat sutera China menjadi pakaian eksklusif di Roma.
Pada zaman dinasti Han, kaisar China
mulai memperlihatkan kekuasaanya pada daerah-daerah luar dan mulai berhubungan
dengan pihak luar. Seperti kegiatan pembayaran upeti dan tukar menukar
masyarakat China yang memperoleh kuda dan unta, adanya misi “Western Regions”
juga menghasilkan keterbukaan jalur perdagangan dengan Asia Tengah dan sebagian
Timur Tengah, meskipun tidak terdapat bukti bahwa pedagang Han pernah
mencapai hingga kawasan Mediterania atau yang
pedagang Romawi mencapai China[2].
Terbukanya Jalur Sutera juga membuka
persebaran agama-agama ke kawasan timur. Bahkan ada kota oasis, Dunhuang yang
pernah menjadi pusat agama Budha terbesar pada masa itu. Pada tahun 629-645,
terdapat salah satu penjelajah Jalur Sutera yang terkenal, yaitu Biksu China Xuanzang
yang melakukan perjalanan melalui Asia ke India dan penerjemah penting dari teks-teks agama
Budha. Berabad-abad kemudian juga banyak penjelajah yang menelusuri Jalur
Sutera, namun juga kebanyakan adalah misionaris dan beberapa kepentingan
berdagang.
Raja Louis IX dari Perancis juga
mengirimkan utusannya ke Mongolia. William dari Rubruck (Ruysbroeck), seorang
misionaris pastor Fransiskan yang melakukan perjalanan sepanjang jalan ke
Kekaisaran Mongol ibukota Karakorum dan menulis dengan sangat detail apa yang
dilihatnya saat melakukan perjalanan. Dalam perjalanannya beliau membawa sebuah
altar yang dapat dilipat (altar perjalanan) sebagai hadiah untuk Guyug Khan.[3]
Saat di istana Mongolia beliau juga terkejut adanya orang-orang Kristen yang
menganut Nestorianisme.
Seorang rahib Fransiskan lain, John
dari Montecorvino (1247- 1328), membuat perjalanan kembali menyusuri Jalur
Sutera hingga sampai di daerah Beijing tahun 1291. Disana John menyebarkan
ajaran agama Kristen dengan membangun gereja yang lengkap dengan loncengnya,
John juga mengatur paduan suara anak laki-laki di Beijing.
Hingga pada tahun 1271 seorang
penjelajah terkenal Marco Polo, melakukan perjalanannya ke China melewati Jalur
Sutera. Marco Polo berpergian menyusuri jalur darat dari Konstantinopel ke
Beijing dan kemudian berpergian menyusuri seluruh China hingga perbatasan Burma
selama 20 tahun. Karena mengenalkan China pada dunia Barat, Marco menjadi
sangat dikenal dan dihormati.
Marco
Polo lahir di Venice / Venesia , Italia
pada tanggal 15 September 1254. Ayahnya adalah pedagang dan juga penjelajah
yang sudah mulai perdagangan dengan pedagang Cina dan Kawasan Timur lainnya. Marco
Polo bertempat tinggal di dermaga dan sejak kecil telah ditinggal oleh kedua
orang tuannya, hingga dapat bertemu kembali dengan ayahnya. Marco juga telah belajar
mengahadapi orang banyak berkat kesendiriannya dia menjadi kuat.
Saat bertemu dengan ayahnya yang
ternyata meninggalkan Marco kecil untuk berdagang dan menjelajah, ayahnya
menceritakan bagaimana perjalananya ke kawasan Timur. Marco kecil membayangkan
dan akhirnya memiliki impian untuk melakukan perjalanan ke Timur. Marco Polo
Melakukan perjalanannya hingga tahun 1295. Tulisan perjalanan Marco Polo adalah
yang paling terkenal dan bisa dibilang paling berpengaruh dari awal narasi
Eropa tentang Asia. Atau dapat dikatakan Marco Polo sebagai orang Eropa yang
pertama kali menulis tentang Asia.
Dalam perjalanannya saat tiba di
Karakorum, ibu kota kesaisaran Mongolia. Disana mereka bertemu dengan Khubilai
(Kublai) Khan (1260-1294). Disambut dengan perjamuan, Khubulai Khan sangat
menyukai Marco muda. Marco dan keluarganya tinggal di China selama 17 tahun
sebelum mereka memohon pada Khan untuk memperbolehkan mereka pulang. Keluarga
Polo akhirnya bisa kembali ke Venesia.
Marco Polo menuliskan perjalanannya sangat
panjang dan melelahkan. Saat sampai di Venesia, Marco menjadi tawanan perang
laut antara Genoa dan Venesia. Hingga Marco dimasukkan kedalam penjara. Dalam masa
tahanan Marco Polo mulai melakukan penulisan tentang perjalanannya, Marco Polo
tidak menulis sendiri, melainkan dituliskan kenalan satu sel penjaranya yaitu ,
Rusticello dari Pisa, penulis roman yang terkenal. Mereka bersama menyusun buku
yang berjudul Divisament dou Monde (
Deskripsi Dunia) yang berisi tentang kisah perjalanan Marco menjelajahi Asia
dan China.
Buku Marco Polo itu banyak dibaca
dan dijadikan sebagai buku referensi oleh para penjelajah berikutnya. Banyak
yang menjadikan buku itu sebagai panduan dan ada pula yang mengkoreksi buku itu
karena banyak tulisan yang membosankan dan dilebih-lebihkan. Hingga pada abad
ke-19 Kolonel Sir Henry Yule (1820-1889) membukukan penelitiannya tentang
perjalanan Marco dengan judul The Travels
of Marco Polo. Karya ini sangat menarik karena ada terjemahan naskah polo
yang sulit untuk dihadapi para pembaca. Yule mendasarkan pernerjemahannya dalam
bahasa Inggris terutama manuskrip Perancis dan diterbitkan oleh Societe de Geogaphie pada tahun 1824, dan
manuskrip yang asli di simpan di Bibliotheque
nationale.
Banyak dari berbagai kesulitan dalam
membaca kisah Marco Polo berasal dari ketidak adanya teks “asli” atau tidak ada
salinannya. Hanya manuskrip-manuskrip awal yang ditulis dengan bahasa Perancis
abad pertengahan, karena bahasa ini banyak dipakai di istana Eropa. Meskipun
banyak keraguan tentang catatan perjalanan Marco Polo. Namun naskah mengenai
perjalanan menyusuri Jalur Sutera tetap menjadi sumber yang penting.
Pada abad ke sembilan belas dan awal
abad ke dua puluh banyak penjelajah baru Jalur Sutera, seperti Przhevalsky,
Sven Hedin, Sir Aurel Stein, dan Ney Elias. Mereka melakukan eksplorasi dengan
jangka waktu dan jarak tempuh yang berbeda-beda dan relatif lama. Ada berbagai
kisah menarik dari setiap perjalanan para penjelajah-penjelah ini. Tidak ada
satupun dari mereka yang menikah[4].
Pelopor pertama dari penjelajahan
melintasi wilayah terganas Jalur Sutera adalah Nikolai Przhevaslky (1839-1888),
yang memulai ekspedisi pertamanya pada tahun 1870 yang dibiayai oleh beberapa
instansi pemerintah Russia. Beliau berambisi membuat peta plato Ordos,
menjelajahi Mongolia selatan, dan menemukan
sumber sungai kuning sampai ke Lhasa. Walaupun tidak berhasil dikedua
ambisinya, Przhevalsky membuat peta untuk Imperial
Geographical Society dengan menjelajahi seluas 11.000 km. Temuan-temuan
baru Przhevalsky lainnya terutama specimen botani dan hewani, dianggap temuan
yang penting.
Dibelakang Przhevalsky ada
penjelajah lain yaitu Sven Hedin. Dalam mengawali perjalanan yang awalnya ke
Persia Sven dimintaoleh seorang professor di bidang kedokteran dan antropologi
untuk membawakan tengkorak beberapa suku Zoro astrian dari Tower of silence. Dalam masa pengumpulannya Hedin sangat kesulitan
karena faktor alam yang sangat terik dan melelahkan.
Tahun 1895, Hedin berniat ubntuk
melakukan perjalanan lagi dari Merket di seberang gurun paling mematikan yaitu
Taklamakan, turun ke oasis sisi selatan Jalur Sutera, dengan membawa empat
pria, delapan unta, dua anjing penjaga dan kandang-kandang untuk hewan kecil
lainnya. Beliau juga berharap bisa melintasi gurun dalam waktu kurang dari satu
bulan untuk menuju Tibet utara yang sejuk.Di tengah-tengah perjalanan Hedin
mengalami berbagai rintangan yang awalnya tidak ada, seperti anjingnya hilang,
unta-untanya mati kehausan.
Setelah perjuangan Hedin melalui
berbagai rintangan, sampailah Hedin di dasar Sungai Khotan yang kering. Hedin
trmasuk orang beruntung yang dapat menikmati kesegaran air sungai di awal musim
panas. Hedin kembali ke Kashgar di bulan Juni dan berangkat lagi di bulan
Desember. Dalam perjalanananya ini Hedin tidak hanya melakukan survey untuk
pembuatan peta, tetapi juga memburu harta karun dan kota-kota yang hilang.
Pada tahun 1896 Hedin kembali ke
Eropa dengan disambut perayaan, dan dengan diberi penghargaan oleh beberapa
Negara. Dilanjutkan pada tahun 1899, Hedin kembali berangkat dari Kashgar
menuju sungai Yarkand dan ingin menyeberangi Taklamakan dengan perahu. Dalam
perjalanan menuju Tibet Hedin menemukan banyak peningalan-peninggalan kuno,
seperti serpihan ukiran kayu, ukiran dinding dngan sosok Budha, dan
hiasan-hiasan bunga teratai lainnya. Hedin juga melukiskan temuannya dalam
sketsa pensil. Namun kini dalam perjalananya tidak sampai Tibet, dan perjalanan
lima harinya harus diakhiri dengan pulang.
Hedin sekali lagi tiba di China pada
tahun 1937, dengan mengajak para arkeolog, dan palaentolog utnuk melakukan
ekspedisi ilmiah. Namun pada saat di Peking rombongan Hdin mendapat serangan
dari pihak China, yang beranggapan bahwa wilayah china tidak boleh diteliti
orang Asing dan hanya bertujuan mencari harta karun. Setelah berdebat lama,
Hedin memutuskan untuk mengalah dan mengajak sepuluh tenaga ahli dari China.
Pada masa Perang Dunia II ia menjadi
terkenal dikalangan Nazi, karena pada Perang Dunia I ia membantu Jerman.
Pertemanan Hedin dengan pertinggi Nazi menimbulkan kebencian dari leluhurnya
yang Yahudi dan komentarnya yang anti-Inggris membuatnya kehilangan gelar
kebangsawanananya, gelar doctor dari Universitas Oxford dan Cambridge, serta
dua medali emas dari Royal Geographical
Society di London, Inggris. Pada tahun 1952 Sven Hedin meninggal karena
penyakit mata dan usianya yang telah renta. Namun Sampai saat ini jasa-jasanya
masih digunakan , terutama hasil pemetaan wilayah-wilayah yang tidak dikenali
di kawasan Asia tengah, serta informasi-informasi melalui data yang ditemukan
selama perjalanan mengenai negeri dan budaya di Jalur Sutera.
[1] Frances Wood. Jalur Sutera Dua Ribu Tahun di Jantung Asia.
2009.
[2] Daniel C Waugh. The Silk Roads In History (online).
Tersedia http://penn.museum/documents/publications/expedition/PDFs/52-3/waugh. 27 Maret 2016
[3] Frances Wood. Jalur Sutera Dua Ribu Tahun di Jantung Asia.
2009.
[4] Ibid
Komentar
Posting Komentar