Langsung ke konten utama

Sejarah Ujian Nasional di Indonesia dan Permasalahannya

Sumber : http://radarlampung.co.id/


oleh Yunaz Karaman

            Siswa jenjang SMA/SMK/MA kini boleh bernapas lega sebab telah menyudahi pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Kertas atau pun Ujian Nasional Berbasis Komputer. Dengan pelaksanaan ujian tersebut, mereka diharapkan dapat menjadi siswa yang terbiasa jujur, bekerja keras, dan disiplin. Namun, apakah siswa, pendidik, atau pun kebanyakan dari kita mengetahui bagaimana UN berkembang di Indonesia ?.
            Mengetahui sejarah UN di Indonesia merupakan hal penting untuk semua kalangan. Kita juga dapat melihat dan menelaah apakah UN dalam perkembangannya sudah ada kecurangan-kecurangan yang mengotori. Meskipun sudah menjadi rahasia umum, permasalahan kecurangan ini adalah acuan dasar bagaimana manusia Indonesia bisa memaknai pendidikan yang murni. Pelaksanaan ujian nasional di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.     
Era 1950 - 2000
Pada mulanya UN digunakan sebagai acuan dari pemerintah, khusunya Depdiknas, untuk menguji kemampuan siswa selama proses belajar dan mengajar di sekolah dan digunakan juga untuk acuan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Ujian nasional pertama kali dilaksanakan pada tahun 1950 oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Istilah yang digunakan adalah Ujian Negara. Dalam pelaksanaanya, siswa menjawab soal secara esai dan nantinya akan dikoreksi oleh setiap rayon pada daerah sekolah berada. Pelajaran yang diujikan menyangkut semua pelajaran yang diperoleh siswa. Ujian ini berlangsung hingga awal tahun 1970-an.
Pada tahun 1972 proses metamorfosis ujian nasional dimulai. Pemerintah membuat kebijakan bahwa pelaksanaan Ujian nasional diselenggarakan secara mandiri oleh sekolah atau gabungan beberapa sekolah. Bahkan, pada saat pembuatan soal, proses pengoreksian, dan penggolahan nilai dilakukan oleh sekolah sendiri sedangkan pemerintah hanya membuat panduan “babon” yang bersifat teknis.
Meskipun pada tahun ini sekolah sebagai pihak yang menyelenggarakan ujian nasional, tetapi tidak menimbulkan persoalan yang begitu kompleks. Tidak dapat dibayangkan jika kebijakan ini digunakan pada era sekarang, yang ada hanya manipulasi sana-sini. Ujian ini menggunakan istilah Ujian Sekolah yang berlangsung hingga akhir tahun 1970-an.
Berlanjut pada periode 1980-2000, terjadi lagi perubahan dalam pelaksaan ujian nasional. Pemerintah melangsungkan ujian dengan istilah Evaluasi Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Pelaksaan secara teknis hampir sama dengan sebelumnya; perbedaanya hanya pada sistem penilaian. Nilai akhir para siswa didapat dari gabungan nilai EBTANAS dan nilai rapor.
Awal 2000 – sekarang
Pada awal milenium baru, tepatnya tahun 2002, Ujian Nasional berganti  menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Depdiknas mengganti istilah ujian beserta sistem penilaiannya. Pada UAN ini dititikberatkan pada nilai tiap mata pelajaran. Setiap tahun nilai minimal kelulusan UAN mengalami pergantian dan penaikan.
Pada tahun 2002 kelulusan siswa ditentukan oleh nilai tiap mata pelajaran. Pada tahun berikutnya telah ditetapkan nilai minimal kelulusan, yaitu 3,0 pada setiap mata pelajaran dan nilai rata-rata minimal 6,0. Siswa yang dinyatakan belum lulus dapat berkesempatan mengulang ujian. Pada UAN 2004 kelulusan berdasarkan nilai minimal pada setiap mata pelajaran adalah 4.0, meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun ini masih ada kesempatan untuk mengulang ujian bagi siswa yang dinyatakan belum lulus. Pada masa ini terlihat bahwa ujian nasional menjadi penentu kelulusan siswa. Hal itu dirasa tidak adil karena siswa telah menjalani proses belajar mengajar selama beberapa tahun dan pada akhirnya ditentukan oleh beberapa hari saja.
Tahun 2005 UAN berganti istilah menjadi Ujian Nasional (UN), tetapi teknis pelaksanaannya tetap sama. Seperti tahun sebelumnya, standar kelulusan siswa selalu mengalami kenaikan. Pada tahun ini nilai minimal setiap pelajaran adalah 4,5. UN yang berlangsung pada tahun 2006 teknisnya juga tetap, tapi mengalami kenaikan nilai minimal menjadi 4,50. Bahkan, pada tahun ini dan 2007 tidak ada ujian ulang. Jadi, siswa yang tidak lulus diharuskan mengambil Paket C, ujian kesetaraan, atau mengulang pada tahun berikutnya.
Pada tahun 2008, 2009, dan 2010 standar kelulusan siswa hampir sama dan terjadi peningkatan batas nilai menjadi 5,5. Mata pelajaran yang diujikan juga bertambah. Begitu pula ditahun 2011 – 2013. Pada tahun ini pelaksanaan UN juga sudah beragam, yaitu ada sistem paket yang setiap paketnya berisi soal berbeda.
Perkembangan ujian nasional dibarengi dengan pergantian kebinet akibat pergantian pemimpin negara. Anies Baswedan dipilih sebagai Menteri Pendidikan Dasar-Menengah dan Kebudayaan. Pada tahun awal menjabat, beliau memutuskan bahwa ujian nasional bukan penentu kelulusan. Diduga hal ini dilakukan agar ujian nasional, tetapi sebagai alat pembelajaran (paudni.kemdikbud.go.id, 12/4).
Permasalahan
Kasus kebocoran soal dan penjualan kunci jawaban merupakan permasalahan ujian nasional yang sudah menjadi hal umum di mata masyarakat. Meski pada tahun 2015 sudah ditetapkan Ujian Nasional Berbasis Komputer yang dilansir sulit dibobol karena menggunakan sistem server dan bank soal, pengkhianatan yang terjadi dalam pelaksanaan “ritual tahunan” ini memberi luka yang menganga dalam sistem pendidikan di Indonesia. 
Bahkan tahun 2014, di sebuah kabupaten di Jawa Timur telah terjadi kecurangan massal yang dikoordinir oleh pihak sekolah. Terlibat pula beberapa kepala sekolah dan guru yang berhasil mengelabuhi petugas keamanan. Setelah diselidiki lebih lanjut dan beberapa kepala sekolah yang ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang bermain dalam tindak kecurangan pelaksanaan ujian nasional. Sangat disayangkan, guru yang sejatinya sbagai suri tauladan, pelita hati, dan sosok yang disegani malah ikut memberi noda dalam moral siswa dan dalam ruh pendidikan.
Faktor ekonomi dirasa  merupakan salah satu aspek jitu dalam praktek kecurangan pelaksanaan ujian nasional. Oknum-oknum yang memiliki relasi berpikiran bahwa ujian nasional adalah moment yang sangat tepat untuk mencari keuntungan secara ekonomis tanpa mempertimbangkan aspek moralitas bangsa. Dalam praktiknya oknum yang telah menyediakan kunci jawaban atau soal akan mencari jaringan ke setiap sekolah. Di sekolah akan ada salah satu siswa yang mendapat info dan bertugas untuk mengkoordinir ke kelas-kelas. Bahkan menagih uang urunan ditiap siswa yang setuju untuk membelinya. Sungguh rapi sekali, memang kebanyakan orang tau akan hal ini, namun hanya diam, diam, dan diam. Ironi pendidikan memang beragam apalagi jika berurusan dengan uang dan ketidak jujuran.

Bagaimana bisa kita merasakan pendidikan yang sakral dan murni jika masih dinodai dengan praktik kecurangan dan budaya primitif itu? Semoga tidak ada lagi pengkhianatan dalam roh pendidikan dan menjadikan kejujuran sebagai dasar pendidikan di Indonesia.

Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Ujian_Nasional
http://repository.usu.ac.id/
ibnufajar75.wordpress.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JEJAK KULINER NUSANTARA JAWA TIMUR

makanansehat.biz                    Indonesia sebagai bangsa yang besar memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Perjalanan sejarah Indonesia sudah barang tentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh bangsa-bangsa luar. Pengaruh itu meliputi keragaman dari banyak hal seperti halnya sistem pemerintahan, sistem sosial kemasyarakatan, sistem perekonomian, teknologi dan sebagainya. Namun juga terdapat suatu hal yang maenarik yaitu dengan adanya pengaruh dari pihak luar budaya tradisional bangsa Indonesia tidak tergantikan. Seperti halnya adat istiadat, norma, bahkan pada keragaman jenis makanan. Makanan sebagai suatu hasil dari kebudayaan manusia pertama-tama memiliki peran sebagai alat pemenuhan kebutuhan primer. Tidak hanya itu peran makanan dalam kehidupan manusia bahkan sampai pada ranah untuk kegunaan religuisitas. Hal itu tercermin dari kebudayaan Jawa yang banyak melakukan ritual-ritual adat dan makananpun menjadi hal yang tidak bisa dilepaskan [1] . Keberadaan makanan tra

PERKEMBANGAN FOLKLORE DI INDONESIA

www.folkloretravel.com Kebudayaan yang kini berkembang di masyarakat merupakan hasil pewarisan dari kebudayaan luhur terdahulu. Melalui banyak metode/cara tradisi masyarakat dapat tersalurkan dan terwarisi oleh generasi selanjutnya. Kebudayaan sendiri merupakan keseluruhan system, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka menghidupi kehidupannya serta dijadikan sarana untuk belajar. Wujud dari kebudayaan itu antara lain ide/gagasan/norma/aturan/nilai yang kesemua itu menghasilkan wujud benda/fisik budaya. Kebudayaan hanya dapat berkembang di dalam masyarakat. Hal itu jelas bahwa tanpa adanya subyek yakni masyarakat tentu budaya tidak akan pernah ada dan berkembang. Di saat kebudayaan ini berkembang tentu menjumpai adanya budaya baru dari luar budaya induknya. Hal tersebut dapat menjadi salah satu kekuatan untuk mengakulturasi atau terjadinya proses percampuran budaya atau malah menjadi salah satu faktor untuk degradasi budaya (penurunan budaya). Folklore me

KOMIK STRIP TENTANG KERUSAKAN LINGKUNGAN