( CATATAN PERJALANAN MAHAMERU 22-24 JUNI 2015 )
Minggu pagi 22 Juni 2015 adalah awal perjalananku menuju "atap Pulau Jawa". Bersama ketiga teman anggota KUMAN JELAGUTAN, yaitu Fisal, Sauqi, dan Dio. Genap berempat kami sepakat untuk berangkat dari rumak pukul 05.00 WIB dan diawali dengan sholat Shubuh berjamaah di Masjid Al Fachrudin Universitas Muhammadiyah Malang. Udara saat itu terasa mengkuliti kami, dalam dingin kami bemunajat kepada Allah agar dilindungi, dimudahkan dan dipertemukan kembali dengan keluarga nanti. Kami menggunakan dua sepeda motor bergegas menuju desa terakhir sekaligus tempat parkir sepeda motor para pendaki, Ranu Pani. Dengan melewati rute pada umumnya, yaitu dari kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang jalan terus menanjak ditambah udara yang makin beringas. Aku yang berada di belakang Dio seakan tertarik gravitasi ditambah dengan bebean berat carrier yang aku bawa. Kami membawa peralatan wajib yang harus dibawa saat mendaki seperti jaket, sepatu tracking, matras, sleeping bag, baju ganti, trash bag, dan perbekalan makanan ringan serta berat selama lima hari sebagai cadangan. Kami juga telah mempelajari akomodasi apa yang harus dibawa saat mendaki Semeru dengan membaca di catatan perjalanan seseorang dan banyak info dari website kawan pecinta alam.
Selanjutnya perjalanan kami lanjutkan melewati desa Poncokusumo, disana banyak ditemui petani sehabis menyirami tanamannya . Suasana di desa ini mirip seperti di Bumiaji, Kota Batu yang sama-sama terdapat kebun apel dan jeruk. Hanya ada satu jalan utama dan terus menanjak kami lanjutkan hingga melewati desa Gubuk klakah dan akhirnya sampai pada pos penjagaan di persimpangan Njemplang. Disana kita dihadapkan dengan dua jalur, jika ingin menuju Gunung Bromo kita berbelok ke arah kiri, dan jika melanjutkan ke Ranu Pani kita mengambil jalur kanan. Pos Njemplang adalah pos kedua pendakian semeru, dan pos yang pertama ada di Desa Kunci ( Tumpang ). Ada dua petugas yang menjaga disana dan bertugas mengecek kelengkapan administrasi para pendaki. Untuk mendaki semeru diwajibkan untuk membawa surat sehat asli, foto kopi KTP tiap anggota , dan materai. Setelah kami puas dengan view punggung Bromo, kami melanjutkan perjalanan dengan kondisi jalan yang menanjak namun sudah banyak diperbaiki. Pukul 09.00 tepat kami sampai di desa terakhir dan memakirkan sepeda kami di tempat yang sudah ada. Setiap pendaki yang memakirkan motornya disana akan diberi karcis yang dilengkapi dengan nomor polisi kendaraan masing-masing. Tarif per hari parkir saat itu adalah Rp 5000,-.
1. View punggung Bromo dengan padang savana saat di Pos Njemplang. |
Setelah siap kami berjalan dari parkiran menuju pos registrasi lama -karena pada akhir tahun 2015 pos perijinan Semeru telah diperbarui-. Membutuhkan waktu sepuluh menit kami sampai di depan pos, perkiraan kami sudah banyak pendaki yang melakukan registrasi namun saat itu masih sepi dan pos baru saja menerima tiga grup pendaki. Aku dan Fisal menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan untuk kelengkapan registrasi, karena ini kali kedua aku ke Semeru dan bedasarkan informasi yang ada , kami mengetahui apa saja yang harus disiapkan seperti saat di Pos Njemplang. Namun, saat mengisi form tiap anggota nantinya ketua grup akan mengisi kolom akomodasi yang dibawa seperti makanan, obat-obatan, minuman, dan alat survival lainnya. Ditutup dengan tanda tangan diatas materai, berarti para pendaki siap mematuhi tata tertib yang berlaku dan menerima asuransi yang diberikan TNBTS.
Kami memutuskan untuk tidak langsung tracking dan sepakat untuk sarapan (lagi) di warung nasi depan pos. Kami berempat memesan menu yang sama yaitu nasi goreng + telur ceplok dan teh hangat. Dengan Rp 10.000,- kami menambah tenaga dan sudah benar-benar siap mendaki. Pukul 10.00 WIB kami start pendakian.
2. Saat di gapura selamat datang yang merupakan start awal pendakian |
Jalur atau track di Gunung Semeru memang nampak jelas karena sering dilewati oleh pendaki dan tanjakannya tidak sebanyak di gunung lain seperti Argopuro atau Arjuno. Namun tetap diwaspadai dan diingat bahwa alam harus kita hormati, alam mempunyai caranya sendiri dan selalu berpikiran positif dalam hati, pikiran serta tindakan. Pos pertama pada jalur pendakian yang sering dilewati adalah Watu Rejeng. Dalam perjalanan di semeru kami dan pendaki lainnya dimudahkan dengan adalnya palang pengenal disetiap pos. Beberapa pos kami lewati hingga akhirya tiba di pos terakhir sebelum Ranu Kumbolo. Kami beristirahat disana sejenak bersama beberapa grup pendaki lain. Jalur setelah pos ini sedikit terjal, dengan bantuan tali yang sudah dipasangkan di sisi kiri jalur kami berjalan perlahan hingga sampai diatas dan mata kami dibius oleh penampakan Ranu Kumbolo.
Sampai di Ranu Kumbolo pukul 14.30 WIB, kami beristirahat sejenak menikmati indahnya sore Ranu Kumbolo. Sebelum melanjutkan pendakian kami makan siang dan menunaikan sholat Ashar agar kami diberikan tenaga lebih. Kami melakukan packing barang lagi dan bersiap menuju pos terakhir yaitu Kalimati. Setiap pendaki setelah melewati Ranu Kumbolo akan berjalan menapaki bukit yang fenomenal yaitu Bukit Cinta. Terdapat mitos di bukit ini disaat kita berjalan dengan memikirkan orang yang kita sayangi niscaya kita akan "langgeng" dengan pasangan kita, entah benar atu tidak, karena itu sudah mitos terkenal di Semeru. Membutuhkan tenaga yang lebih untuk menapaki bukit ini, kami memutuskan untuk beristirahat setelahnya. Didepan kami terliaht hamparan bunga yang mirip dengan lavender karena berwarna ungu, saat itu juga kami sampai di Oro-oro Ombo. Track disini sangat landai dan tidak membutuhkan banyak tenaga. Sekitar sepuluh menit yang dibutuhkan untuk melewati jalur ini, yang menegejutkan ada dua orang penduduk lokal yang berjualan di depan kami, mereka menjajakan air mineral, kopi, bahkan gorengan.
Kami sepakat untuk terus melanjutkan perjalanan dan menghemat waktu. Jalur berikutnya adalah Cemoro Kandang, yang memang banyak ditumbuhi pohon cemara yang berukuran besar. Disepanjang perjalanan banyak ditemui ranting, bahkan pohon yang tumbang akibat tersambar petir dan akibat lainya. Saat pendakian sebagai anggota KUMAN JELAGUTAN selalu menyediakan kantong plastik kecil untuk mengambil sampah disepanjang track. Dalam ketinggian kurang lebih 2600 mdpl kami telah sampai pada Jambangan dan waktu itu akan memasuki waktu Magrib. Berdasarkan info pendaki yang berlalu-lalang pos Kalimati tinggal beberapa ratus meter lagi. Ternyata benar di depan kami sudah banyak terbangun tenda lengkap dengan lampu, kompor, dan api unggun. Malam itu tidak terlalu padat, hingga kami mudah mendapatkan temapt yang lapang untuk kami mendirikan tenda . Tidak membuang waktu lama, kami langsung membagi tugas, dengan cepat aku dan Sauqi mendirikan tenda sedang Fisal dan Dio memasak untuk makan malam. Semua sudah selesai tenda berdiri dengan tampan lalu kami masukan barang ke dalam tenda agar aman karena berdasarkan info sering terjadi pencurian barang pendakian. Selesai makan, kami membersihkan alat makan kami dan langsung berganti pakaian untuk segera beristirahat untuk melanjutkan summit attack dini hari.
Kami bangun pukul 00.30, sedikit terlambat dengan apa yang kami rencanakan sebelumnya. Kami langsung bergegas berganti pakaian hangat , sarapan seadanya saat itu, dan menyiapkan barang yang dibawa saat summit attack. Kami hanya memakan biskuit cokelat diakhiri dengan air mineral. Setelah semua siap kami keluar tenda dan melihat Kalimati yang saat itu diterangi cahaya bulan. Sekedar informasi bahwa hanya sampai Kalimati para pendaki Semeru mendapatkan asuransi, diluar itu pihak TNBTS tidak bertanggung jawab dengan apapun risiko yang terjadi. Kami hanya membawa tas daypack ukuran 35 liter yang berisi dua biskuit coklat untuk perjalanan dan saat di puncak serta membawa satu botol penuh air mineral 1500 liter. Ditambah dengan terangnya lampu headlamp, kami berkumpul menundukkan kepala mendekatkan diri pada Allah untuk diberi keselamatan dan keberhasilan menggapai atap Pulau Jawa.
Kami berjalan terus dan diikuti oleh pendaki lain dibelakang kami. Pos berikutnya adalah Arcopodo, disini juga bisa dibuat kamp namun tidak seluas Kalimati, mungkin hanya bisa diisi empat sampai lima tenda. Dipos ini dinamai Arcopodo karena dulu ditemukan arca kembar yang merupakan peninggalan salah satu kerajaan Hindu. Salah seorang dari tim arkeolog yang menemukan arca adalah Norman Edwin dari MAPALA Universitas Indonesia, dan merupakan mahasiswa Arkeologi yang kita kenal dengan seven summiters Indonesia dan meninggal di Aconcagua. Kami berjalan dengan berhati-hati, pasalnya saat malam hari jalan tidak nampak jelas dan vegetasinya di kanan kiri kami sama yang sedikit membingungkan. Diranting pohon cemara angin sepanjang perjalanan juga ditemukan tanda berupa pita atau seutas tali yang dililitkan untuk menandai tracknya. Kami juga menemui plakat atau nisan para pendaki yang meninggal di Mahameru.
Setelah kami sampai pada batas vegetasi dan di pos terakhir yaitu Cemoro Tunggal, kami membuka biskuit untuk sekedar mengisi perut dan menghangatkan badan. Suhu saat itu sekitar 4 derajat celcius ditambah dengan angin yang bertiup kencang. Sorotan headlamp kami memperlihatkan diatas track sudah berbatu dan berpasir vulkanik. Kami juga merasakan saat kami berpijak seakan merosot kebawah. Mulai saat inilah kami "benar-benar" mendaki. Track yang kami lalui tidak terlihat, sebelah kanan kiri kami jurang pun kami tidak tahu, namun ada tali pembatas atau disebut straight line yang sedikit membantu. Dibutuhkan teknik berjalan yang cepat dan tepat saat summit attack, karena saat kita memijakan kaki terlalu kuat di pasir maka akan terperosot kebawah. Kami menyiasati dengan berjalan cepat dan langsung diam ditempat. Aku saat itu juga membawa tracking pole yang sedikit membantu.
Berjam-jam kami berjalan seakan ditempat yang sama. Disepanjang perjalanan terlihat banyak pendaki yang beristirahat entah minum atau memperbaiki nafasnya tidak sedikit pendaki yang tidak melanjutkan perjalanan ke Mahameru karena beberapa faktor. Memang saat disini pendaki benar-benar harus siap dengan kondisi fisik dan perbekalannya, tidak disarankan jika pendaki nekat tidak membawa perbekalan. Banyak yang mengeluh pusing bahkan ada yang hypothermia atau kedingingan akut. Kami juga tiap tiga puluh menit sepakat untuk istirahat sejenak. Saat akan siap untuk melanjutkan perjalanan, Dio mendadak mengeluh anggota badannya yang pegal. Namun, Fisal disusul Sauqi tetap melanjutkan perjalanan, sedang aku menemani Dio dengan merebahkan diri. Tidak terasa kami membuang waktu cukup lama dan perjalananku masih separo. Kami berdua bergegas melanjutkan dengan langkah yang cepat. Di sebelah timur kami sudah terlihat sang fajar yang mengintip. Aku tidak tahu dimana Fisal dan Sauqi berada, aku terus melanjutkan perjalanan dengan perbekalan air yang semakin menipis. KIranya 75% kami berhenti sejenak duduk di gundukan pasir, melihat kebawah dan wajah kami disapa sun rise matahari, sangat indah pemandangan itu.
Kami berdua melanjutkan lagi dan berbarengan dengan pendaki lain. Puncak Mahameru saat summit attack tidak terlihat jadi yang kita tahu hanya berjalan dan pasir, seakan benar ungkapan "menunduk dikala naik, tegap dikala turun". Risiko adanya longsoran batu juga sangat besar, terlihat saat itu banyak batu-batu besar yang berada diujung dan tidak ada yang "meyangga" dibawahnya. Matahari dengan cepat menerangi kami, sorotan headlamp terganti dengan pancaran sang surya. Jalan yang kami daki dini hari juga terlihat sangat curam dibawah. Dengan jelas aku mendengar beberapa suara teriakan kebahagiaan diatas dan pertanda Mahameru semakin dekat. Hanya beberapa langkah didepan aku di sambut Sauqi dan Fisal, dan akhirnya aku memijak Puncak Mahameru.
Tepat pukul 05.30 kami menyapa Mahameru yang megah dengan wajah, bibir, dan rambut kering penuh abu. Perjalanan yang begitu menegangkan melewati beberapa jurang curam, semua terbayar. Kami berjalan mengitari Mahameru dan melihat Kawah Joggring Saloko menyembulkan gas vulkanik. Kami berfoto dibawah bendera merah putih dan menyantap biskuit terakhir kami. Dengan menghadap ke sebelah utara, kami melihat gugusan pegunungan Tengger, pola sungai, dan awan-awan kecil yang menari seakan dibawah kami. Saat itu kami memang benar-benar diatas awan dekat dengan Pencipta, namun kami masih berpijak di Bumi. Di atap Pulau Jawa ini kami bersama pendaki lain disuguhi dengan keindahan alam Indonesia.
Hanya satu jam, kami menghabiskan waktu disana dan langsung kembali ke kamp Kalimati. Berbeda saat mendaki, saat menuruni Mahameru satu langkah kita akan terasa tiga sampai lima langkah kedepan dan terasa cepat seperti bermain ski. Namun ingat bahwa keselamatan adalah yang paling penting. Kami juga tidak menyadari bahwa apa yang telah kami lalui benar-benar curam dan berbahaya. Sampai di batas vegetasi kami beristirahat sejenak dengan menghabiskan air mineral kami dan berkenalan dengan pendaki asal Jawa Tengah. Kami berjalan dengan semua kepuasan, kebahagiaan , dan rasa syukur kepada Allah. Saat perjalanan seperti yang diceritakan diatas kami selalu membawa kantong plastik kecil guna mengambil sampah apapun yang ditinggalkan pendaki yang "mungkin" kurang sadar akan kelestarian dan keindahan alam tanpa sampah.
Sampai di Kalimati, seperti biasa kami langsung membagi tugas. Aku dengan Fisal membuat sarapan dan minuman hangat, sdang Dio dan Sauqi mengemasi barang dan membongkar tenda. Didepan tenda kami juga ada pendaki asal Malang yang merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, kami pun bercakap sejenak sembari menghabiskan sarapan kami. Semua sudah terkemas dan sekarang kami yang berganti pakaian, karena pakaian kami semua sudah kotor dan berkeringat. Pukul 09.00 kami berpamitan pada pendaki lain dan pada Kalimati yang telah berkenan untuk kami singgahi. Pada hari kedua ini kami meutuskan untuk menginap di Ranu Kumbolo. Seperti dalam setiap perjalanan, saat pulang memang serasa cepat dan dekat. Tidak membutuhkan waktu lama kami sampai di pos Cemoro Kandang dan beristirahat dengan memakan persediaan biskuit coklat kami, mengingat kami masih menyisakan satu hari di Ranu Kumbolo.
Hampir memasuki Ashar kami sudah sampai di Ranu Kumbolo. Sore itu masih sedikit para pendaki yang sampai disana. Dengan sedikitnya itu kami tidak kebingungan untuk mencari tempat dan mendirikan tenda. Dengan cepat Dio dan Fisal mendirikan tenda, kami pun lantas beristirahat dengan menikmati mie kuah buatan Sauqi. Sehabis menunaikan sholat didalam tenda, kami mulai memakai pakaian hangat. Suhu di Ranu Kumbolo lebih dingin daripada di Kalimati atau bahkan di Mahameru. Kami menghabiskan sore dengan melihat cantiknya sun set dan tenangnya air Ranu Kumbolo. Kami mnemukan arti sebenarnya dari Surganya Semeru di Ranu Kumbolo. Langit sore berganti malam, kami sepakat untuk berbagi kisah di dalam tenda sembari menghangatkan tubuh. Persediaan bekal kami masih banyak dan kami habiskan di malam ini juga. Pintu tenda sengaja kami buka, agar tetap bisa memandang keluar dan Fisal membuatkan kami susu hangat dicampur selai strawberry. Suasana diluar juga sangat ramai, banyak pendaki yang baru datang dan mendirikan tenda di dekat kami, ada pula yang membawa speaker portable.
Hari semakin malam, kita menyiapkan sleping bag untuk persiapan tidur dan dingin Ranu Kumbolo semakin memasuki tulang kami. Kami tidur setelah menunaikan sholat Isya dan akupun langsung terlelap tidur. Tidur terasa panjang, padahal baru pukul 22.00 kami semua dibangunkan dingin Ranu Kumbolo yang semakin menjadi. Akhirnya kita duduk saling berdekatan hingga tubuh kami perlahan hangat. Terdengar diluar suasana semakin ramai, sorotan senter, dan suara api menambah riuhnya malam itu. Tidak tahu pasti pukul berapa kami tertidur kembali. Hari terakhir disini kami terbangun dan langsung mengambil tayamum untuk menunaikan sholat Shubuh bersama. Kami merapikan sleeping bag dan beberapa selimut yang kami gunakan tidur dan melihat keluar. Pertama kami membuka pintu tenda, langsung disambut kabut Ranu Kumbolo. Dingin semakin menyelimuti, bahkan embun berubah menjadi butiran es, lalu kami gunakan pagi ini untuk berjalan di sekitar danau. Terlihat juga seorang anak suku Tengger berhasil memancing dan membawa ikan yang cukup besar. Dipinggiran Ranu Kumbolo juga sudah tertib dan bersih, makin sedikit orang yang mencuci dan membuang sisa detergent disana, kami juga mengambili sampah yang ada disana. Matahari sudah cukup tinggi, kami kembali kedalam tenda untuk persiapan pulang. Fisal dan aku membuat sarapan dengan memasak sereal ditambah susu hangat dan ditaburi biskuit coklat. Perut kami kenyang padahal baru memakan sedikit saja. Setelah berganti baju kami mengemasi barang dan membongkar tenda.
Checking terakir tidak ada barang yang tertinggal kami diajak pulang melwati jalur Ayek-ayek bersama pendaki dari UMM yang kami temui di Kalimati. Kami berkumpul dan berdoa bersama lalu kami foto bersama dengan pendaki lain yang ada disekitar kami. Pukul 10.00 kami pulang dengan membawa cerita Mahameru. Jalur yang kami gunakan juga bisa digunakan saat mendaki, namun tidak direkomendasikan karena banyak jalan bercabang dan biasa digunakan penduduk sekitar atau porter barang. Dari arah Ranu Kombolo, mengambil jalur kiri dan tracknya juga sudah jelas. Tracknya pun pertama sangat landai di padang savana, beberapa ratus meter kemudian baru menemui jalan menanjak. Menaiki dua bukit hingga sampai di puncak bukit Ayek-ayek, disana kami dikagetkan dengan adanya sepeda motor warga, yang ternyata digunakan porter untuk membawa barang pendaki. Bahkan ada kabar juga, warga disana menydiakan jasa ojek menuju Ranu Pani. Setelah sampai dipuncak bukit ini, track tidak menanjak lagi, bahkan menurun terus hingga sudah terlihat perkebunan dan rumah warga. Jalur ini juga terasa cepat, dari Ranu Kumbolo ke Ranu Pani kita hanya menghabiskan waktu dua jam setengah. Kami akhirnya sampai di perkebunan warga dan didepan kami sudah terlihat pos Ranu Pani, sesampainya disana kami disambut hujan yang menghapus keringat dan debu yang menempel.
Setelah kami melapor kedatangan kepada petugas, kami membuang sampah yang telah terkumpul banyak dan ini merupakan hal yang wajib dilakukan pendaki Semeru untuk sampahnya turun dan meletakkan di TPS yang sudah disediakan di dekat toilet pos Ranu Pani. Gerimis masih mengguyui Fisal dan Dio yang menuju parkiran untuk segera mengambil sepeda motor, sedang aku dan Sauqi menunggu mereka di pos. Sebentar saja mereka sudah datang, kami memakai jas hujan untuk bergegas pulang bersama dengan pendaki asal UMM tadi. Sepanjang perjalanan kami berhati-hati karena jalan yang licin dan tertutup kabut. Bersyukur kami telah sampai di Poncokusumo pada sore hari, didepan kami juga langit oranye yang indah. Setelah sampai Tumpang, kami diajak dengan pendaki tadi dan makan bersama di pasar Tumpang. Berempat kami memesan menu yang sama yaitu teahu telor dan teh hangat. Saat kami akan membayar, ternyata semua sudah dibayar oleh pendaki tadi, kami berterimakasih padanya dan dia langsung berpamitan dengan kami. Seakan tidak percaya akan hal ini kami saling pandang satu sama lain dan tertawa. Dibarengi adzan Magrib berkumandang, kami memutuskan untuk kembali meneruskan perjalanan pulang dengan santai. Melihat gedung-gedung, bis, dan mobil dijalan kami seakan kaget karena beberapa hari di alam yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Sangat bersyukur kami dapat memenuhi tujuan utama kami dan pendaki umumnya yaitu kembali pulang dengan selamat. Dirumahku teman-teman beristirahat sejenak dan bergurau sambil melihat foto-foto hasil jepretan kamera digital Sauqi. Puas dengan foto-foto kami, mereka bertiga melanjutkan pulang yang rumahnya di Kota Batu, akupun bergegas mandi, berganti pakaian, dan mengeluarkan peralatan pendakian.
Banyak hal yang aku dapatkan pada pendakian ke Mahameru ini. Pertama, jelas bahwa setiap melakukan apapun seorang anak wajib untuk meminta restu dan doa pada orang tua dan keluarga. Sesuai dengan penceritaan diatas bahwa puncak adalah tujuan pendaki namun kembali pulang adalah tujuan utama. Kedua, dalam mendaki gunung harus memperhatikan kesiapan fisik, akomodasi, peralatan dan perbekalan. Apalagi sekarang semua informasi dapat dengan mudah diperoleh. Ketiga, kita dan gunung atau alam adalah sama-sama ciptaanNya ,jadi sangat tidak baik jika sebagai manusia bertindak seenaknya dengan tidak menghormati, menyayangi dan menjaga terhadap alam. Terakhir, kemegahan Mahameru, keelokan Oro-oro Ombo, dinginnya Ranu Kumbolo menyadarkan kita bahwa manusia adalah ciptaan yang kecil, tidak berdaya dan penuh dengan salah serta dosa. Sebagai manusia yang nantinya akan kembali pada Tuhan dan alam marilah untuk berbuat kebaikan dalam hati, pikiran dan perbuatan. SALAM LESTARI !, JIM HOE!.
Beberapa foto pendakian :
Kami bangun pukul 00.30, sedikit terlambat dengan apa yang kami rencanakan sebelumnya. Kami langsung bergegas berganti pakaian hangat , sarapan seadanya saat itu, dan menyiapkan barang yang dibawa saat summit attack. Kami hanya memakan biskuit cokelat diakhiri dengan air mineral. Setelah semua siap kami keluar tenda dan melihat Kalimati yang saat itu diterangi cahaya bulan. Sekedar informasi bahwa hanya sampai Kalimati para pendaki Semeru mendapatkan asuransi, diluar itu pihak TNBTS tidak bertanggung jawab dengan apapun risiko yang terjadi. Kami hanya membawa tas daypack ukuran 35 liter yang berisi dua biskuit coklat untuk perjalanan dan saat di puncak serta membawa satu botol penuh air mineral 1500 liter. Ditambah dengan terangnya lampu headlamp, kami berkumpul menundukkan kepala mendekatkan diri pada Allah untuk diberi keselamatan dan keberhasilan menggapai atap Pulau Jawa.
Kami berjalan terus dan diikuti oleh pendaki lain dibelakang kami. Pos berikutnya adalah Arcopodo, disini juga bisa dibuat kamp namun tidak seluas Kalimati, mungkin hanya bisa diisi empat sampai lima tenda. Dipos ini dinamai Arcopodo karena dulu ditemukan arca kembar yang merupakan peninggalan salah satu kerajaan Hindu. Salah seorang dari tim arkeolog yang menemukan arca adalah Norman Edwin dari MAPALA Universitas Indonesia, dan merupakan mahasiswa Arkeologi yang kita kenal dengan seven summiters Indonesia dan meninggal di Aconcagua. Kami berjalan dengan berhati-hati, pasalnya saat malam hari jalan tidak nampak jelas dan vegetasinya di kanan kiri kami sama yang sedikit membingungkan. Diranting pohon cemara angin sepanjang perjalanan juga ditemukan tanda berupa pita atau seutas tali yang dililitkan untuk menandai tracknya. Kami juga menemui plakat atau nisan para pendaki yang meninggal di Mahameru.
Setelah kami sampai pada batas vegetasi dan di pos terakhir yaitu Cemoro Tunggal, kami membuka biskuit untuk sekedar mengisi perut dan menghangatkan badan. Suhu saat itu sekitar 4 derajat celcius ditambah dengan angin yang bertiup kencang. Sorotan headlamp kami memperlihatkan diatas track sudah berbatu dan berpasir vulkanik. Kami juga merasakan saat kami berpijak seakan merosot kebawah. Mulai saat inilah kami "benar-benar" mendaki. Track yang kami lalui tidak terlihat, sebelah kanan kiri kami jurang pun kami tidak tahu, namun ada tali pembatas atau disebut straight line yang sedikit membantu. Dibutuhkan teknik berjalan yang cepat dan tepat saat summit attack, karena saat kita memijakan kaki terlalu kuat di pasir maka akan terperosot kebawah. Kami menyiasati dengan berjalan cepat dan langsung diam ditempat. Aku saat itu juga membawa tracking pole yang sedikit membantu.
Berjam-jam kami berjalan seakan ditempat yang sama. Disepanjang perjalanan terlihat banyak pendaki yang beristirahat entah minum atau memperbaiki nafasnya tidak sedikit pendaki yang tidak melanjutkan perjalanan ke Mahameru karena beberapa faktor. Memang saat disini pendaki benar-benar harus siap dengan kondisi fisik dan perbekalannya, tidak disarankan jika pendaki nekat tidak membawa perbekalan. Banyak yang mengeluh pusing bahkan ada yang hypothermia atau kedingingan akut. Kami juga tiap tiga puluh menit sepakat untuk istirahat sejenak. Saat akan siap untuk melanjutkan perjalanan, Dio mendadak mengeluh anggota badannya yang pegal. Namun, Fisal disusul Sauqi tetap melanjutkan perjalanan, sedang aku menemani Dio dengan merebahkan diri. Tidak terasa kami membuang waktu cukup lama dan perjalananku masih separo. Kami berdua bergegas melanjutkan dengan langkah yang cepat. Di sebelah timur kami sudah terlihat sang fajar yang mengintip. Aku tidak tahu dimana Fisal dan Sauqi berada, aku terus melanjutkan perjalanan dengan perbekalan air yang semakin menipis. KIranya 75% kami berhenti sejenak duduk di gundukan pasir, melihat kebawah dan wajah kami disapa sun rise matahari, sangat indah pemandangan itu.
Kami berdua melanjutkan lagi dan berbarengan dengan pendaki lain. Puncak Mahameru saat summit attack tidak terlihat jadi yang kita tahu hanya berjalan dan pasir, seakan benar ungkapan "menunduk dikala naik, tegap dikala turun". Risiko adanya longsoran batu juga sangat besar, terlihat saat itu banyak batu-batu besar yang berada diujung dan tidak ada yang "meyangga" dibawahnya. Matahari dengan cepat menerangi kami, sorotan headlamp terganti dengan pancaran sang surya. Jalan yang kami daki dini hari juga terlihat sangat curam dibawah. Dengan jelas aku mendengar beberapa suara teriakan kebahagiaan diatas dan pertanda Mahameru semakin dekat. Hanya beberapa langkah didepan aku di sambut Sauqi dan Fisal, dan akhirnya aku memijak Puncak Mahameru.
Tepat pukul 05.30 kami menyapa Mahameru yang megah dengan wajah, bibir, dan rambut kering penuh abu. Perjalanan yang begitu menegangkan melewati beberapa jurang curam, semua terbayar. Kami berjalan mengitari Mahameru dan melihat Kawah Joggring Saloko menyembulkan gas vulkanik. Kami berfoto dibawah bendera merah putih dan menyantap biskuit terakhir kami. Dengan menghadap ke sebelah utara, kami melihat gugusan pegunungan Tengger, pola sungai, dan awan-awan kecil yang menari seakan dibawah kami. Saat itu kami memang benar-benar diatas awan dekat dengan Pencipta, namun kami masih berpijak di Bumi. Di atap Pulau Jawa ini kami bersama pendaki lain disuguhi dengan keindahan alam Indonesia.
3. MAHAMERU !! |
Sampai di Kalimati, seperti biasa kami langsung membagi tugas. Aku dengan Fisal membuat sarapan dan minuman hangat, sdang Dio dan Sauqi mengemasi barang dan membongkar tenda. Didepan tenda kami juga ada pendaki asal Malang yang merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, kami pun bercakap sejenak sembari menghabiskan sarapan kami. Semua sudah terkemas dan sekarang kami yang berganti pakaian, karena pakaian kami semua sudah kotor dan berkeringat. Pukul 09.00 kami berpamitan pada pendaki lain dan pada Kalimati yang telah berkenan untuk kami singgahi. Pada hari kedua ini kami meutuskan untuk menginap di Ranu Kumbolo. Seperti dalam setiap perjalanan, saat pulang memang serasa cepat dan dekat. Tidak membutuhkan waktu lama kami sampai di pos Cemoro Kandang dan beristirahat dengan memakan persediaan biskuit coklat kami, mengingat kami masih menyisakan satu hari di Ranu Kumbolo.
4. Oro-oro Ombo saat menuju Ranu Kumbolo |
Hari semakin malam, kita menyiapkan sleping bag untuk persiapan tidur dan dingin Ranu Kumbolo semakin memasuki tulang kami. Kami tidur setelah menunaikan sholat Isya dan akupun langsung terlelap tidur. Tidur terasa panjang, padahal baru pukul 22.00 kami semua dibangunkan dingin Ranu Kumbolo yang semakin menjadi. Akhirnya kita duduk saling berdekatan hingga tubuh kami perlahan hangat. Terdengar diluar suasana semakin ramai, sorotan senter, dan suara api menambah riuhnya malam itu. Tidak tahu pasti pukul berapa kami tertidur kembali. Hari terakhir disini kami terbangun dan langsung mengambil tayamum untuk menunaikan sholat Shubuh bersama. Kami merapikan sleeping bag dan beberapa selimut yang kami gunakan tidur dan melihat keluar. Pertama kami membuka pintu tenda, langsung disambut kabut Ranu Kumbolo. Dingin semakin menyelimuti, bahkan embun berubah menjadi butiran es, lalu kami gunakan pagi ini untuk berjalan di sekitar danau. Terlihat juga seorang anak suku Tengger berhasil memancing dan membawa ikan yang cukup besar. Dipinggiran Ranu Kumbolo juga sudah tertib dan bersih, makin sedikit orang yang mencuci dan membuang sisa detergent disana, kami juga mengambili sampah yang ada disana. Matahari sudah cukup tinggi, kami kembali kedalam tenda untuk persiapan pulang. Fisal dan aku membuat sarapan dengan memasak sereal ditambah susu hangat dan ditaburi biskuit coklat. Perut kami kenyang padahal baru memakan sedikit saja. Setelah berganti baju kami mengemasi barang dan membongkar tenda.
5. Ranu Kumbolo pagi hari |
Setelah kami melapor kedatangan kepada petugas, kami membuang sampah yang telah terkumpul banyak dan ini merupakan hal yang wajib dilakukan pendaki Semeru untuk sampahnya turun dan meletakkan di TPS yang sudah disediakan di dekat toilet pos Ranu Pani. Gerimis masih mengguyui Fisal dan Dio yang menuju parkiran untuk segera mengambil sepeda motor, sedang aku dan Sauqi menunggu mereka di pos. Sebentar saja mereka sudah datang, kami memakai jas hujan untuk bergegas pulang bersama dengan pendaki asal UMM tadi. Sepanjang perjalanan kami berhati-hati karena jalan yang licin dan tertutup kabut. Bersyukur kami telah sampai di Poncokusumo pada sore hari, didepan kami juga langit oranye yang indah. Setelah sampai Tumpang, kami diajak dengan pendaki tadi dan makan bersama di pasar Tumpang. Berempat kami memesan menu yang sama yaitu teahu telor dan teh hangat. Saat kami akan membayar, ternyata semua sudah dibayar oleh pendaki tadi, kami berterimakasih padanya dan dia langsung berpamitan dengan kami. Seakan tidak percaya akan hal ini kami saling pandang satu sama lain dan tertawa. Dibarengi adzan Magrib berkumandang, kami memutuskan untuk kembali meneruskan perjalanan pulang dengan santai. Melihat gedung-gedung, bis, dan mobil dijalan kami seakan kaget karena beberapa hari di alam yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Sangat bersyukur kami dapat memenuhi tujuan utama kami dan pendaki umumnya yaitu kembali pulang dengan selamat. Dirumahku teman-teman beristirahat sejenak dan bergurau sambil melihat foto-foto hasil jepretan kamera digital Sauqi. Puas dengan foto-foto kami, mereka bertiga melanjutkan pulang yang rumahnya di Kota Batu, akupun bergegas mandi, berganti pakaian, dan mengeluarkan peralatan pendakian.
Banyak hal yang aku dapatkan pada pendakian ke Mahameru ini. Pertama, jelas bahwa setiap melakukan apapun seorang anak wajib untuk meminta restu dan doa pada orang tua dan keluarga. Sesuai dengan penceritaan diatas bahwa puncak adalah tujuan pendaki namun kembali pulang adalah tujuan utama. Kedua, dalam mendaki gunung harus memperhatikan kesiapan fisik, akomodasi, peralatan dan perbekalan. Apalagi sekarang semua informasi dapat dengan mudah diperoleh. Ketiga, kita dan gunung atau alam adalah sama-sama ciptaanNya ,jadi sangat tidak baik jika sebagai manusia bertindak seenaknya dengan tidak menghormati, menyayangi dan menjaga terhadap alam. Terakhir, kemegahan Mahameru, keelokan Oro-oro Ombo, dinginnya Ranu Kumbolo menyadarkan kita bahwa manusia adalah ciptaan yang kecil, tidak berdaya dan penuh dengan salah serta dosa. Sebagai manusia yang nantinya akan kembali pada Tuhan dan alam marilah untuk berbuat kebaikan dalam hati, pikiran dan perbuatan. SALAM LESTARI !, JIM HOE!.
Beberapa foto pendakian :
Komentar
Posting Komentar